Beranda Lingkungan Langkah Mandiri dengan Sero Apung di Teluk Tanah Merah

Langkah Mandiri dengan Sero Apung di Teluk Tanah Merah

1932
0
BERBAGI

DENTUMAN bom untuk menangkap ikan di Teluk Tanah Merah, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, tak terdengar lagi. Bahkan, kebiasaan menangkap ikan dengan potasium dan akar tuba, sudah tak digunakan, setelah masyarakat menggunakan Sero Apung sebagai alat pengumpul ikan.

Ya, sudah 37 tahun, sejak 1985, masyarakat di Kampung Tablanusu dan Tablasupa di Teluk Tamah Merah, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, mengenal Sero Apung, sebagai alat pengumpul ikan.

“Kami tertarik dengan Sero Apung karena manfaatnya sangat besar. Selain untuk menangkal kegiatan penangkapan ikan yang merusak terumbu karang, Sero Apung juga punya manfaat ekonomi yang lebih menjanjikan. Bukan itu saja, Sero Apung juga punya manfaat sosial, seperti dari hasil tangkapan ikan di Sero Apung, masyarakat dapat membangun rumah, membangun gereja, membiayai pendidikan anak, membantu keluarga yang berduka dan juga dapat membantu kegiatan-kegiatan adat di kampung,” ungkap salah satu tokoh adat Kampung Tablanusu yang juga mantan guru, Yoseph Suwae (75) di Kampung Tablanusu pada 30 Agustus 2022.

Pernyataan Yoseph Suwae itu, dibenarkan Koordinator Program Konservasi LMMA di Kampung Tablanusu, Efraim Suwae dan juga George Esuwe, Koordinator Program Konservasi LMMA di Kampung Tablasupa. Menurut kedua koordinator program konservasi ini, bahwa penangkapan ikan dengan Sero Apung itu sangat tepat, walau dibuat dengan cara sederhana dengan menggunakan bahan yang terdapat di sekitar kampung.

Awalnya, pembuatan Sero Apung ini menggunakan bahan-bahan dari toko dengan biaya yang terkadang tak mampu dijangkau oleh masyarakat kampung. Tapi kemudian, dimodifikasi dan mereka mulai bereksprimen dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di kampung dengan kualitas yang sama dengan bahan toko. Misalnya, tali plastik untuk mengikat jangkar diganti dengan ban dalam bekas atau jangkar dari besi diganti dengan drum bekas yang  di isi dengan campuran semen dan batu.

Tampaknya, hasil modifikasi ini lebih awet dan perawatannya tidak sulit. Bila ada kerusakan, mereka hanya menggatikan bagian-bagian tertentu setiap tiga sampai enam bulan sekali. Bahkan Sero Apung ala masyarakat kampung ini, lebih ramah lingkungan karena tidak merusak karang yang menjadi tempat berkumpulnya ikan.

Dari Kampung Tablanusu dan Tablasupa, kemudian Sero Apung ini menjalar ke kampung-kampung lain di Teluk Tanah Merah. Bahkan penggunaan Sero Apung ini, juga dijadikan sarana rekreasi wisata memancing bagi wisatawan lokal dari Kota dan Kabupaten Jayapura.

Selain itu, Sero Apung juga digunakan sebagai tanda batas penangkapan tradisional dari kampung-kampung di Teluk Tanah Merah terhadap nelayan luar yang masuk ke perairan Teluk Tanah Merah.

Menurut penelusuran tim liputan Kabar dari Kampung (KdK), Sero Apung ini, biasanya dilabuh pada kedalaman 100 sampai 200 meter dari bibir pantai.

Menurut catatan dari LMMA Indonesia, pada tahun 2019 saja, sudah ada sekitar 40 Sero Apung yang dilabuhkan nelayan di Teluk Tanah Merah. Jumlah ini, setiap tahunnya mengalami peningkatan lantaran banyaknya nelayan yang berminat menggunakan Sero Apung sebagai alat pengumpul dan penangkapan ikan.

Umumnya, ikan yang masuk ke dalam Sero Apung adalah ikan pelagis kecil seperti Salam atau mulut tikus (Elegatis bipunnulata), Kawalina (Selar boops), Kembung (Sestrelliger kanagurta), Momar (Oekpterus russelli), dan Bubara (Katanx ignobilis).

“Sero Apung ini sebagai alat pengumpul atau alat penangkap ikan yang dapat mencegah kegiatan nelayan melakukan penangkapan ikan dengan bom, potasium dan akar tuba,” kata Efraim Suwae.

Selain itu, menurut anggota tim Konservasi LMMA di Kampung Tablanusu, John Suwae, bahwa Sero Apung ini menjadi alat tangkap andalan di Teluk Tanah Merah. “Dengan Sero Apung, saya semangat untuk menangkap ikan dan hasil tangkapan ikan pun meningkat terus,” ujar John Suwae.

John Suwae menjelaskan, bahwa dengan hasil dari Sero Apung ini, ia berhasil membangun rumah dan membuka kios di kampung.

Begitu juga pengakuan dari Ari Danya, Kepala Kampung Tablanusu. “Dari hasil tangkapan ikan dari Sero Apung ini, saya bisa merenovasi rumah, membeli motor, dan membeli mobil, walau itu mobil tua,” tutur Ari Danya.

Pendapatan dari hasil tangkapan ikan dari Sero Apung ini mulai mengantarkan masyarakat di Kampung Tablanusu dan Tablasupa untuk melangkah mandiri. Mereka tidak lagi mengharapkan bantuan-bantuan dari pemerintah yang kian marak digulirkan ke kampung-kampung.

“Kami tidak terlalu mengharapkan bantuan pemerintah yang sering dibagi-bagikan kepada warga di kampung. Dengan Sero Apung, kami bisa makan, sekolahkan anak dan juga memberli kebutuan keluarga lainnya,” kata Septinus Danya, nelayan asal Kampung Tablanusu ketika ditemui di kampungnya, Tablanusu, belum lama ini.

Ketika ditanya tentang pendapatan mereka dari jualan ikan, hasil tangkapan dari Sero Apung, baik John Suwae maupun Septinus Danya, malu-malu menjelaskan. Tapi dari hasil penelusuran Tim Liputan KdK, bahwa rata-rata ikan Kembung yang didapat dari Sero Apung, sekali tangkap, sekitar 20 sampai 50 ikat. Perikat ada 5 sampai 6 ekor ikan.

Tangkapan ikan itu dijual ke pengumpul di Depapre. Satu ikat harganya sekitar Rp25 ribu. Jadi uang yang didapat per hari antara Rp 500.000 hingga Rp 1.250.000.

Dalam satu minggu, ada empat hari untuk mereka menjual ikan. Jika dihitung, hasil penjualan yang mereka dapat berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per minggu.

Belum lagi pendapatan dari para wisatawan yang menggunakan Sero Apung untuk memancing. Satu malam memancing di Sero Apung biayanya Rp500.000 sampai Rp 600.000. Jika pemilik Sero menyediakan seepboad dan alat pancing, biayanya menjadi sekitar Rp700.000 sampai Rp800.000 per malam.

Kini, masyarakat di kampung-kampung di Teluk Tanah Merah telah menjadikan Sero Apung sebagai salah satu alat tangkap ikan andalan yang ramah lingkungan. Dengan alat tangkap ini masyarakat lebih beruntung dibandingkan dengan pancing biasa. Alat tangkap ini memudahkan nelayan untuk mencari ikan karena mereka dapat melakukan kegiatan menangkap ikan kapan saja, baik itu di siang hari maupun di malam hari.

Dengan Sero Apung yang ramah lingkungan ini, masyarakat di kampung-kampung di Teluk Tanah Merah mulai bangkit dan menata ekonomi keluarganya sekaligus menjaga laut dari maraknya nelayan yang menggunakan alat tangkap yang merusak biota laut di wilayah tangkapan tradisional, milik masyarakat hukum adat suku Tepera, Teluk Tanah Merah. (Krist Ansaka/The Indonesia Locally Managed Marine Area (LMMA Indonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here