Beranda Nusantara Disinyalir, Pelantikan Enam Pejabat Eselon II di Kabupaten Jayapura, Cacat Hukum

Disinyalir, Pelantikan Enam Pejabat Eselon II di Kabupaten Jayapura, Cacat Hukum

486
0
BERBAGI
Ketua LBH-CL & PK Provinsi Papua, Edison Awoitauw, S.T., S.H. (Ist)

Edison Awoitauw: Gubernur, Walikota dan Bupati dilarang melakukan pergantian pejabat eselon II, enam bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

SENTANI, NGK – Lagi-lagi soal pelantikan pejabat di Kabupaten Jayapura. Sebelumnya ada isu dugaan jual beli jabatan. Kali ini, disinyalir pelantikan enam pejabat eslon II yang cacat hukum.

Koch bisa begitu? Ceritanya begini. Menurut keterangan pers dari Ketua Lembaga Bantuan Hukum Cinta Lingkungan dan Pencari Keadilan (LBH-CL & PK) Provinsi Papua, Edison Awoitauw, S.T., S.H, yang dikirim ke wartawan www.lintaspapua.com via WhatsApp, Kamis, 29 Desember 2022 malam, bahwa rotasi (pergantian) atau mutasi pejabat eselon II di Kabupaten Jayapura telah melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati.

Edison Awoitauw dalam keterangan persnya menjelaskan, bahwa secara aturan, pelantikan yang sudah dilakukan oleh Bupati Jayapura dua periode Mathius Awoitauw itu, harus batal demi hukum.

“Dasarnya itu di UU Nomor 10 Tahun 2016. Jadi, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, walikota dan bupati menjadi UU,” ujar mantan Ketua DPRD Kabupaten Jayapura periode 2014-2019.

Menurut Edison, rotasi pejabat yang dalam rangka restrukturisasi dan penyegaran di setiap organisasi perangkat daerah, dalam aturan di atas itu, sudah dijelaskan, bahwa gubernur, walikota dan bupati dilarang melakukan pergantian pejabat eselon II, enam bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

“Jadi, gubernur, walikota dan bupati yang akan melakukan pergantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota, dalam jangka enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri,” kata Edison.

Menjadi pertanyaan, katanya, apakah pelantikan yang dilakukan pada 7 Desember 2022 lalu itu sudah mendapatkan persetujuan dari Mendagri.

“Jikalau belum mendapatkan persetujuan, maka Pj Bupati tidak perlu mengeluarkan surat keputusan (SK). Karena pelantikan yang dilakukan tanpa persetujuan menteri itu cacat demi hukum. Sebelum Pj Bupati mengeluarkan SK, harus berkoordinasi dengan pihak Kementerian Dalam Negeri mengenai pelantikan yang sudah dilakukan oleh Bupati Jayapura, sehingga bisa mendapatkan kepastian hukum,” ujarnya.

Dengan berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016, kata Edison, pelantikan yang sudah dilakukan di beberapa dinas atau Perangkat Daerah (PD) itu masih berstatus semula dan tidak ada perubahan.

“Pak penjabat (Pj) Bupati Jayapura bisa mengembalikan beberapa pejabat eselon II ke posisi semula sambil menunggu pelantikan yang akan dilakukan oleh Pj Bupati Jayapura yang akan datang,” bebernya.

“Kami dari LBH-CL & PK Provinsi Papua akan memberikan somasi kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura mengenai proses pelantikan pejabat eselon II yang dilakukan oleh mantan Bupati Jayapura. Karena pelantikan pejabat eselon yang dilakukan oleh mantan bupati di akhir masa jabatannya itu harus sesuai dengan UU yang berlaku,” tegas pria yang juga sebagai penasehat hukum (pengacara) yang telah diambil sumpah advokat pada 30 November 2022 di Pengadilan Tinggi Provinsi Banten.

Untuk diketahui, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”

Sehingga Mendagri Muhammad Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran (SE) dan ada tiga syarat yang membolehkan kepala daerah melakukan mutasi aparatur sipil negara (ASN).

“Saya membuat edaran agar tidak melakukan mutasi, kecuali kalau pejabatnya ada yang wafat, melakukan perbuatan pidana sehingga ditangkap dan ditahan atau jabatan itu kosong,” kata Mendagri Tito, 20 Januari 2021 lalu.

Mendagri mengatakan SE tersebut dikeluarkan dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Begitupun juga di dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, karena secara normatif mutasi ini harus didasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 2014.

Sebelumnya, sebanyak enam pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Jayapura secara resmi diambil sumpah dan dilantik oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw saat itu, atas nama pemerintah di VIP Room Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Sentani, Kabupaten Jayapura, Rabu, 7 Desember 2022.

Prosesi pelantikan terhadap pejabat eselon II ini dilakukan secara tertutup dan bahkan tidak diketahui oleh wartawan. Namun ditengah-tengah prosesi hingga usai pelantikan pejabat eselon II tersebut, para awak media baru mendapat informasi dari seseorang yang berada di lingkungan Pemkab Jayapura. (Vick)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here