Beranda Lingkungan Petronela Merauje, Masuk Nominasi Calon Penerima Kalpataru Tahun 2023

Petronela Merauje, Masuk Nominasi Calon Penerima Kalpataru Tahun 2023

620
0
BERBAGI
Petronela Merauje atau bisa disapa tanta Nela (baju putih) adalah salah satu sosok perempuan Papua asal Kampung Engros, Kota Jayapura yang masuk dalam nominasi calon penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan.

Kawasan Teluk Youtefa di Kota Jayapura, kini jadi sorotan. Abrasi dan pembabatan hutan  Manggrove membuat teluk ini, terancam. Dalam kondisi itu, Petronela Merauje terus berupaya memberikan penyuluhan kepada warga di Kampung Engros tentang pentingnya kelestarian alam di teluk ini.

 

JAYAPURA, NGK– Petronela Merauje atau bisa disapa tanta Nela merupakan salah satu sosok wanita Papua asal Kampung Engros, Kota Jayapura yang masuk dalam nominasi calon penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan.

Seperti diketahui  penghargaan Kalpataru tahun 2023 tersebut diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup  kepada perorangan maupun kelompok yang dianggap berjasa dalam lingkungan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray mengatakan,Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, lewat UPTD KPHP mensuport  Petronela Merauje diusulkan untuk menjadi wakil Papua sebagai nominator penerima Kalpataru tahun 2023.

“Sangat membanggakan kita di Papua dan ini sangat positif,apalagi yang masuk nominasi adalah seorang perempuan asli Papua,”ucap Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray.

Ormuseray berharap dari penerimaan Kalpataru  ini nantinya bisa terus menumbuhkan semangat dan inspirasi bagi semua orang di Papua untuk terus menjaga lingkungan.

“Jadi Petronela Merauje ini dipilih lantaran dianggap paling menonjol dalam upaya mengadvokasi isu-isu lingkungan untuk kalangan perempuan selama ini,”terang Ormuseray.

Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Perencanaan  dan Pemanfaatan Hutan  UPTD KPHP Unit XXVIII Kota Jayapura,  Jefri F.N Maurits S.Hut, M.Si bahwa berkaitan dengan penerimaan penghargaan Kalpataru tahun 2023 dari Kementrian Lingkungan Hidup  dimana pada hari Sabtu 6 Mei 2023  kemarin  telah dilakukan verifikasi  oleh tim verifikator terhadap data yang sudah dilampirkan.

“Jadi tim verifikator  yakni ibu Wezia Berkademi dari Kementerian LHK dan  bapak Dion Ingot Marudut dari P3E Papua. Mereka datang langsung ke Kampung Engros untuk bertemu dengan ibu Petronela Merauje dan melakukan verifikasi datanya,”ujar Jefri.

Jefri menyampaikan, alasan pihaknya mengusulkan ibu Petronela  sebagai salah satu nominator penerima penghargaan Kalpataru lantaran dianggap paling menonjol dalam upaya mengadvokasi isu-isu lingkungan untuk kalangan perempuan.

Selain itu dia cukup kreatif, banyak organisasi lingkungan yang dia ikutnya,sangat mencintai lingkungan, juga banyak kegiatan yang dibuat di Kampungnya  selama ini.Selain menjadi aktifis perempuan, ia menjabat sebagai Ketua Kelompok Pembibitan Mangrove Ibayauw, Ketua Sadar Wisata Cibery   dan Ketua PHKOM Ibayau di Kampung Engros.

Sementara itu dari kerja-kerja yang dilakukan berkaitan dengan lingkungan terutama upaya reboisasi hutan mangrove, ibu Petronela juga  menjadikan mangrove sebagai produk UMKM. Ia juga terlibat sebagai pendorong kelompok perempuan lebih aktif melindungi kampungnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki.

Petronela Meraudje selain berbicara soal perlindungan hutan perempuan, ia juga berbicara soal hutan bakau termasuk  dinilai mampu meningkatkan kebebasan berpendapat perempuan di Kampung Engros yang selama ini dalam adat perempuan hampir tidak memiliki ruang untuk berbicara.

“Ibu Petronela nanti akan bersaing dengan empat kandidat lainnya yakni Febri Sugana dari Sumatera Barat, Eko Sumartono dari Bengkulu, Iskandar Haka dari Aceh dana Nugroho Widiasmadi dari Jawa Tengah,”jelas Jafri.

Ditempat yang sama, Petronela Merauje merasa bersyukur, karena apa yang dikerjakannya selama ini justru mendapatkan perhatian dari Pemerintah,sehingga dirinya kini masuk dalam salah satu nominasi penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan dari Kementrian LHK.

“Kampung  Engros ini merupakan salah Kampung di Kota Jayapura yang penuh keunikan karena berada di dalam Teluk Yotefa. Kampung ini  dikelilingi dengan hutan bakau,”tutur Petronela.

Dari potensi yang ada, Petronela dan sejumlah perempuan mencoba melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan  perempuan, mulai dari memberikan pelatihan pembuatan sirup, pembuatan selai kepada ibu-ibu dan pemuda GKI di Tanjung Ria. Semua bahan bakunya itu dari pohon bakau.

Petronela Merauje menyadari tentang ancaman yang datang untuk merusak Teluk Youtefa. Untuk itu, Petronela dengan kemampuan yang ada, ia berusaha memberikan pemahaman kepada kaum perempuan di Kampung Enjros.

Terancamnya Manggrove di Teluk Youtefa ini sudah berulang kali disuarakan oleh berbagai kalangan untuk Restorasi Ekosistem Mangrove atau upaya memperbaiki ekosistem mangrove sehingga kondisi ekosistemnya kembali mendekati ekosistem sebelum terdegradasi dengan cara suksesi alam, penunjang suksesi alam, pengkayaan tanaman, atau penanaman.

Tampaknya, restorasi ekosistem hutan mangrove di Teluk Youtefa, Kota Jayapura, Provinsi Papua, mendesak untuk segera dilakukan. Pembangunan infrastruktur telah merusak ekosistem dan menggerus luas hutan mangrove. Padahal, hutan mangrove di Teluk Youtefa erat kaitannya dengan masyarakat, baik secara adat maupun ekonomi.

Akademisi Universitas Cenderawasih John D. Kalor seperti yang dilansir m, mengatakan, hutan mangrove Teluk Youtefa telah mengalami penyusutan luas hutan yang sangat signifikan. Pengukuran luas hutan pada 2018 mencatat hutan mangrove di Teluk Youtefa mencapai 233,12 hektare. Angka tersebut sejatinya telah berkurang lebih dari 50 persen, dari luasan 514,24 hektare pada 1967.

Meski berstatus sebagai kawasan hutan lindung, berdiri bangunan tak berizin di pesisir Teluk Youtefa. Tak berhenti sampai di situ. Pembangunan arena dayung Pekan Olahraga Nasional yang akan dihelat pada 2021 turut berperan dalam kerusakan hutan mangrove. Pohon mangrove, sagu, cemara, dan pandan lenyap, berganti dengan timbunan karang.

Perubahan ekosistem Teluk Youtefa terjadi akibat pengerukan sedalam 3 meter untuk lintasan dayung. Menurut John, pengerukan membuat air menjadi keruh dan memengaruhi persediaan oksigen di dalam air. Hal ini memengaruhi kelangsungan hidup ikan, biota laut, dan berpotensi merusak terambu karang.

Tokoh Pemuda Adat Forum Port Numbay Green Rudi Mebri mengatakan, hutan mangrove Teluk Youtefa memiliki nilai budaya, sosial, ekonomi bagi masyarakat. Transfer nilai-nilai budaya terjadi di hutan mangrove di Kampung Enggros, atau dikenal juga dengan Hutan Perempuan. Di sana, para mama mengajarkan nilai budaya kepada anak perempuan usia 12-17 tahun sembari mencari bia (kerang), kepiting, dan udang.

Sayangnya, sampah plastik sekali pakai telah masuk hingga ke dalam akar-akar mangrove dan mencemari Hutan Perempuan. Ditambah lagi kerusakan yang terjadi akibat pembangunan arena dayung. Bia, kepiting, dan udang mulai sulit ditemukan. Para mama terancam kehilangan para-para adat, tempat khusus bagi perempuan untuk membicarakan banyak hal.

“Hutan mangrove atau hutan perempuan adalah para-para adat. Hutan (mangrove) terus tercemar dengan sampah plastik. Kalau hutan mangrove tidak kami jaga, bagaimana dengan kelangsungan budaya (kami),” kata Rudi.

Melihat kondisi ini, Petronela atau tanta Nela bangkit memberikan kesadaran kepada kaum perempuan untuk bersama-sama menjaga sumber daya alam yang ada di Teluk Youtefa. Perjuangan Tanta Nela ini yang membuat ia masuk dalam nominasi calon penerima penghargaan Kalpataru tahun 2023 kategori pembina lingkungan. (Andika/Kris A)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here