Beranda Buku Pejabat Berpesta Pora di Atas Kemiskinan Rakyat Papua

Pejabat Berpesta Pora di Atas Kemiskinan Rakyat Papua

917
0
BERBAGI
Barnabas Suebu ketika menjadi Gubernur Papua memberikan kepercayaan kepada orang kampung untuk mengatur dana pemberdayaannya sendiri. (Foto: Agus Sumule/NGK)

Penduduk Asli Orang Papua, pada umumnya ada di kampung-kampung. Mereka hidup dalam kungkungan kemiskinan dan mereka tak pernah dihargai. Sementara itu, para pejabat berpesta pora dalam di dunia birokrasi. 

 

JAYAPURA, NGKPara pejabat di Tanah Papua, harus punya keberpihakan dan cinta terhadap rakyat di kampung-kampung serta harus dapat menjaga hutan dan lingkungan hidup secara umum. Rakyat harus diberikan tanggungjawab untuk membangun dirinya sediri.

Pernyataan ini disampaikan mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu ketika menerima buku “Awal Kebangkitan Orang Papua” yang ditulis jurnalis senior di Tanah Papua, Kristian Ansaka. Penyerahan buku ini berlangsung  di Swiss Belhotel Jayapura pada Senin (7/8/2023).

 “Buku ini sangat bagus kalau dibaca oleh para birokrat supaya mereka paham, kalau ada sesuatu yang tidak beres. Ada yang salah sehingga rakyat Papua terkungkung dalam kemiskinan. Sementara itu, para pejabat berpesta-pora di dunia birokrasi, seolah-olah mereka mengurus rakyat. Sementara itu, energi kita habis untuk konflik dan kita mengeluh dan menangisi diri sendiri,” ungkap Barnabas Suebu.

Barnabas Suebu ketika Menerima buku dari Kristian Ansaka (Foto: Jimmy M/NGK)

Buku “Awal Kebangkitan Orang Papua” ini, adalah  salah satu karya dari seorang jurnalis senior di Tanah Papua, Kristian Ansaka yang merangkumkan karya jurnalistiknya menjadi sebuah buku.

Buku ini sudah dilaunching atau diluncurkan dalam acara Ekspose Hasil Riset dan Inovasi Daya Saing Daerah untuk Mendorong Pembangunan Berkelanjutan yang digelar Pemerintah Provinsi Papua melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Balitbangda) Provinsi Papua Barat di Aula Mansinam Beach Hotel di Manokwari pada 20 Februari 2023.

Buku ini dicetak dan diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Papua Barat yang kini sudah berubah nama menjadi Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brinda) Provinsi Papua Barat.

Kepala Balitbangda Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS, dalam sambutanya mengatakan, bahwa buku “Awal Kebangkitan Orang Papua” merupakan upaya mendokumentasikan dan mempublikasikan sejarah dan fakta dari perubahan masyarakat yang terjadi ketika sebuah program pembangunan masuk ke kampung-kampung terpencil yang jauh dari Kota.

Turun Kampung (Foto : Agus Sumule/NGK)

Buku ini merupakan kumpulan karya jurnalistik tentang pelaksanaan Program Rencana Stategis Pembangunan Kampung (Respek) selama tiga tahun (1997 – 2010) yang telah meletakan dasar dari suatu perubahan peradaban bagi kehidupan masyarakat di Kampung-kampung. “Suatu awal kebangkitan orang asli Papua untuk keluar dari kungkungan kemiskinan yang selama ini menghimpit mereka di atas tanah leluhurnya mereka,” ungkap Prof. Dr. Charlie D. Heatubun.

Ada empat orang yang menjadi editor buku ini, yaitu: Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si, FLS, Ezrom Batorinding, S.Hut, M.Sc, Christoffel S.I, dan Maweikere, S.Si, M.Si.

Isi buku ini terdiri dari Pendahuluan – Ketika Barnabas Suebu Menata Papua. Bagian Pertama tentang Prahara Papua. Bagian kedua tentang Otsus dan Papua Baru dan Bagian Ketiga tentang Kabangkitan Orang Papua Asli.

 Pada bagian pendahuluan – Ketika Barnabas Suebu Menata Papua, ditulis bahwa keberpihakan dan cinta terhadap rakyat di kampung-kampung adalah prinsip dari seorang lahirlahnya strategi pembangunan daerah yaitu strategi memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada orang kampung untuk membangun dirinya.

 Dalam pendahuluan ini ada beberapa tulisan, yaitu : “Rakyat Harus Dihargati dan Dihormati” (Hal. 9). “Dari rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat” (Hal 11). “Awal Dari Suatu Permulaan Baru di Papua” (Hal. 13). “Keluar dari Kungkungan Kemiskinan” (Hal. 14). “Generasi  Baru yang  Lebih  Berkualitas” (Hal. 15). “Pecat Guru  yang  Malas” (Hal. 16). “Cycloop” (Hal. 16). “Konsisten dan Kontinyu Bangun Kampung” (Hal. 17). “Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK)” (Hal. 18). “Hari Esok yang Lebih Baik” (Hal. 20).

Pada Bagian Pertama tentang Prahara Papua, ditulis tentang, “Anak Balita itu Berperut Buncit (hal. 24), Angkat Kematian Bayi Masih Tinggi  (Hal. 26) serta Terisolasi dan Buta Huruf di bad Modern (hal 28).

Bagian kedua dari buku ini tentang Otsus dan Papua Baru yang terdiri dari tulisan tentang “Otsus Ditolak, Orang Kampung Menderita” (Hal. 31). “Jangan Habiskan Energi untuk Demo” (Hal. 32). “Papua Baru Tidak Bisa Turun dari Langit” (Hal. 33), dan “Gubernur Tak Pernah Obral Janji.”

Bagian Ketiga dari buku ini tentang Kabangkitan Orang Papua Asli yang terdiri dari tulisan tentang : “Secercah Harapan di Kampung-Kampung (Hal 38). “Harga Diri Orang Kampung Terdongkrak”  (Hal. 40). “Perubahan Akan Terjadi” (Hal. 41). “Respek itu Bukan Proyek” (Hal. 43) dan “Setitik Asa dari Asei Kecil” (Hal. 44).”  “Awalnya Sulit, Setelah itu Lancar” (Hal. 45). “Antara Harapan dan Pertanggungjawaban” (Hal. 46).  Selain itu, masih ada 18 tulisan lainnya.

Semua tulisan dalam buku ini, ditulis dengan bentuk bentuk Feature – salah satu bentuk karya jurnalistik yang dapat menggugah pembaca.

Kristian Ansaka, penulis buku Mengepa Kristian Ansaka lebih condong untuk menulis kehidupan kaum marginal ? Menurut Krist, nama yang lasim dipanggil untuk jurnalis senior penulis buku ini, bahwa awalnya hanya sebuah idealisme yang berpihak kepada kaum marginal. Berdasarkan idealisme itu, hampir semua karya jurnalistik di media massa yang dihasilkan sejak menjadi jurnalis tahun 1982, tidak terlepas dari idealisme itu. Dengan Idelaisme itu sebagian kecil dari karya jurnalistik itu dirangkum dan didesiminasikan menjadi sebuah buku.

Isi buku ini merupakan karya jurnalistik yang pernah dipublikasikan di media massa, terutama Harian Cenderawasih Pos pada halaman Papua Baru dan Tabloid Suara Perempuan Papua.

“Sebagai  jurnalis  yang  berpihak  kepada  kaum  marginal  atau  “kaum  tak  bersuara”,  saya selalu memegang teguh prinsip jurnalistik, bahwa fakta itu adalah kebenaran yang hakiki. Berdasarkan prinsip ini, saya melakukan peliputan tentang Rencana Strategi Pembangunan Kampung (Respek) yang menjadi program unggulan Gubernur Papua, Barnabas Suebu.

Mengapa Respek? Karena program ini untuk “kaum tak bersuara” yang juga orang asli Papua yang hidup di kampung-kampung, di pegunungan, di lereng-lereng terjal, di lembah, di rawa-rawa, di hulu dan muara sungai, di pesisir pantai dan di pulau-pulau kecil. Mereka tak berdaya. Kehidupan mereka terkukung kemiskinan di atas kekayaan sumber daya alam yang yang mereka miliki.

Menurut Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, bahwa buku ini dapat memberikan manfaat dan informasi tentang sekelumit cerita dan fakta yang terjadi dalam implementasi program Respek yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah.  “Selain itu,  buku ini memberikan masukan yang penting untuk masyarakat dalam menyikapi berbagai program pemerintah,” kata  Prof. Charlie.

Marilah kita memulai membangun orang kampung, mengangkat mereka dari keterbatasan yang  mereka  miliki,  sehingga  mereka  dapat  berdaya,   keluar  dari  kungkungan  kemiskinan dan  ketertindasan.  (Vicktor Done/NGK)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here