Beranda Pendidikan Atasi Anak Putus Sekolah, SD Inpres 11 Konda Jadi Sekolah Sepanjang Hari

Atasi Anak Putus Sekolah, SD Inpres 11 Konda Jadi Sekolah Sepanjang Hari

983
0
BERBAGI
Satu kelas di SSH ditangani dua orang guru paling sedikit (Foto:Ist/NGK)

Di kampunglah orang-orang Asli Papua bermukim.  Di kampung-kampung kebanyakan manusia Papua lahir. Di kampung-kampung mereka menjalani kehidupan, dan di kampung-kampung pula mereka meninggal dunia.  

SORONG, NGK – Sekitar 6.877 anak usia sekolah yang putus sekolah di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya. Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah kabupaten Selatan bekerjasama dengan Univesitas Papua (Unipa) melakukan penelitian untuk memastikan jumlah anak yang putus sekolah, sekaligus mencari jalan keluar.

Bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggiluli, S.E ketika dialog dengan Tim SSH dari Unipa (Foto: Ist/NGK)

Hasil penelitian Universitas Papua (Unipa) menunjukkan sebanyak 6.877 anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Rinciannya: Tingkat SD sebanyak 2.315 anak, SMP 3.322 dan SMA/SMK 1.240 anak.

Berdasarkan penelitian dan rekomendasi yang diberikan Unipa, lalu Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan meluncurkan dan menjadikan SD Inpres 11 Konda sebagai Sekolah Sepanjang Hari (SSH).

SHH (Full day school) ini adalah sistem pendidikan yang mewajibkan siswa menghabiskan waktu lebih lama di sekolah, biasanya hingga sore atau malam hari.

Bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggiluli, S.E dan anggota BP3OK asal Papua Barat Daya, Otto Ihalauw ketika membuka selubung dena SSH. (Foto: Ist/NGK)

Bertikut ini, ikutilah pernyataan Bupati Sorong Selatan, Samsudin Anggiluli, S.E dalam sambutannya ketika meluncurkan Sekolah Sepanjang Hari Percontohan di SD Inpres 11 Konda, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan pada 11 November 2023 :

Hari ini kita memulai suatu peristiwa bersejarah di dalam perjalanan pemerintahan dan pembangunan masyarakat di Kabupaten Sorong Selatan.  Hari ini kita meletakkan dasar-dasar yang kukuh untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Papua di kabupaten ini.  Hari ini kita memulai Sekolah Sepanjang Hari, atau disingkat SSH, tingkat SD di kampung. 

Mengapa kita memulai SSH di kampung, seperti di kampung Konda ini?  Karena di kampunglah orang-orang Asli Papua bermukim.  Di kampung-kampung kebanyakan manusia Papua lahir, di kampung-kampung mereka menjalani kehidupan, dan di kampung-kampung pula mereka meninggal dunia.  

Masyarakat Kampung Konda mendukung SSH (Foto: Ist/NGK)

Tetapi, kampung selama ini sering disamakan dengan ketertinggalan, kemiskinan dan kebodohan.   Kita berupaya dan ingin menunjukkan, bahwa anggapan seperti itu tidak benar.  Pendapat seperti itu sama sekali keliru.  Kita bertekad untuk menunjukkan kepada masyarakat luas, bahwa perubahan ke arah hidup yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera, justru dimulai dari kampung-kampung di Sorong Selatan.

Kita tahu, bahwa selama ini banyak kampung yang menghadapi masalah pendidikan.  Ada anak-anak kita yang tidak bersekolah dengan baik, bahkan tidak bersekolah sama sekali.  Padahal, tanpa pendidikan yang baik, tidak mungkin mereka bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap umat ciptaan-Nya.  Tanpa pendidikan, anak-anak kita tidak akan bisa mengejar perubahan yang terjadi begitu cepat di sekeliling mereka. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka akan tersisih, terpinggirkan, dan tidak memperoleh manfaat apa-apa dari berbagai kemajuan yang terjadi. 

Sekolah Sepanjang Hari (SSH) adalah upaya yang saya mulai untuk menyelesaikan masalah pendidikan pada khususnya dan masalah pembangunan pada umumnya di Kabupaten Sorong Selatan. 

Hari ini kita melakukan launching SSH di SD Inpres 11 Konda.  Ini adalah program percontohan.  Tahun depan, yaitu di tahun 2024, akan lebih banyak lagi SD yang berlokasi di kampung-kampung di Sorong Selatan yang akan dijalankan dengan model SSH.  Demikian pula di tahun-tahun berikutnya – sampai semua SD di Sorong Selatan menjadi SSH. 

Mengapa SSH menjadi pilihan kita?  Mengapa SSH menjadi jalan yang kita tempuh?  Mengapa kita melakukan ujicoba/percontohan SSH di SD Inpres 11 Konda?

Ibu-Ibu Kampung Konda menyiapkan makan siang untuk anak-anak SSH (Foto: Ist/NGK)

Sekolah Sepanjang Hari memungkinkan anak-anak kita untuk memperoleh pelayanan lengkap dari Pemerintah.  Mereka masuk lebih pagi.  Mereka mandi di sekolah, mengenakan pakaian seragam dan sepatu dengan rapi di sekolah, mereka sarapan dengan makanan yang bergizi di sekolah.  Dan, yang tidak kalah penting: mereka memperoleh pembinaan rohani dan keimanan pada pagi hari, sebelum mereka mulai belajar.   

Sesudah itu, mereka belajar sesuai dengan kurikulum.  Kita melakukan ujicoba SSH dengan bukan hanya satu guru yang mengajar di setiap kelas, tetapi dua orang guru paling sedikit.  Mengapa? Karena kebutuhan setiap anak berbeda.  Ada anak-anak yang selama ini rajin bersekolah.  Tetapi tidak sedikit yang jarang masuk sekolah.  Bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali.  Itu sebabnya, dengan menempatkan lebih dari satu orang guru di setiap kelas, kebutuhan belajar setiap murid bisa dipenuhi dengan lebih baik. 

Sesudah waktu belajar normal selesai, anak-anak memperoleh makan siang yang bergizi di sekolah.  Hal ini penting, karena banyak anak di kampung-kampung yang selama ini tidak makan siang.  Apalagi ketika orang tua mereka harus pergi ke dusun untuk berkebun, mengumpulkan makanan atau ke sungai dan laut untuk mengumpulkan hasil.  Kalau perut mereka lapar, mereka tentu tidak bisa belajar dengan baik.  Itu sebabnya, melalui SSH pemerintah daerah dan masyarakat, khususnya ibu-ibu di kampung, memberi mereka makanan. 

Sesudah mereka makan siang dan beristirahat sebentar, mereka kembali ke ruang-ruang kelas untuk mengikuti pengayaan atau pelajaran tambahan, belajar mandiri dengan menggunakan komputer, mengakses bahan-bahan pendidikan di internet, atau juga belajar di alam, belajar budaya dan kesenian, dan olah raga. 

Ketika sore hari sudah tiba, mereka mandi, berganti pakaian dari rumah yang bersih, makan snack sore, beribadah, kemudian pulang ke rumah masing-masing.  Di rumah mereka membantu orang tua, tetapi sudah tidak lagi mengerjakan pekerjaan rumah dari guru, karena pekerjaan rumah sudah dilakukan di sore hari di sekolah. 

Proses SSH seperti yang saya kemukakan di atas berlangsung setiap hari.  Dan, supaya SSH bisa berlangsung dengan baik, Pemerintah mengupayakan supaya di setiap sekolah tersedia air bersih, listrik dan internet, disingkat ALI.  ALI bukanlah kemewahan.  ALI harus tersedia di setiap sekolah tanpa kecuali.  Ketika ALI tersedia, dan SSH berlangsung dengan baik, maka anak-anak kita yang bermukim di kampung-kampung yang paling terpencil sekali pun akan memperoleh pendidikan yang bermutu yang sama dengan sekolah maju mana pun di seluruh Indonesia. 

Dalam berbagai kesempatan saya sudah menyampaikan, bahwa SSH hanya bisa berhasil kalau ada dukungan dari setiap anggota masyarakat di kampung.  Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak kita untuk belajar.  Sekolah juga harus menjadi tempat yang aman bagi guru-guru kita untuk mengajar. 

Para guru juga harus tinggal di kampung-kampung, karena SSH dimulai pagi-pagi sampai sore. 

Sekolah juga secara bertahap akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk komputer, perpustakaan dan peralatan laboratorium. 

Saya meminta Kepala dan aparat kampung, para tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan: mari kita jaga sekolah-sekolah kita.  Mari kita jaga dan tunjang guru-guru kita.  Mari kita buat apa saja yang bisa kita kerjakan supaya para guru betah tinggal di kampung, dan anak-anak rajin ke sekolah setiap hari. 

Khusus kepada para pimpinan OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, saya minta Saudara-saudara untuk membuat kegiatan yang mendukung beroperasinya SSH secara baik di kampung-kampung.  Dinas Kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan Kesehatan dan gizi secara berkala kepada para murid.  Kepala Dinas Pertanian saya minta untuk membuka kebun di sekitar sekolah, atau mendatangkan bibit ternak, supaya anak-anak kita bisa belajar berkebun atau beternak sebagai bagian dari proses pembelajaran di sekolah.  OPD terkait harus memastikan bahwa ALI – air, listrik dan internet, tersedia dengan baik di sekolah.  PKK dan OPD terkait lainnya perlu memberikan bantuan dan pelatihan kepada ibu-ibu di kampung, karena mereka menyediakan makanan bagi anak-anak setiap hari.

Kalau kita semua bekerja sama, SSH pasti bisa berlangsung dengan baik.  Bukan hanya di Konda tetapi di setiap kampung di Sorong Selatan. 

Ada 96 SD di Sorong Selatan saat ini – baik milik pemerintah maupun swasta.  Seperti yang saya kemukakan tadi, di tahun 2024 kita akan menjalankan sejumlah SD dengan pendekatan SSH.  Saya berharap, dalam kurun waktu tidak lebih dari 4 (empat) tahun, semua SD di Sorong Selatan, khususnya yang berlokasi di kampung-kampung sudah diselenggarakan dengan model SSH. 

Pakaian seragam anak-anak SSH

Kita yakin, dengan SSH, mutu penyelenggaraan pendidikan di Satuan Pendidikan di tingkat atas akan berlangsung lebih baik.  Mengapa?  Karena para lulusan SSH sudah memenuhi kompetensi akademik yang seharusnya.  Mereka pandai membaca, pandai matematika, dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan lugas.  Mereka juga sudah menguasai dasar-dasar Bahasa Inggris.  Guru-guru SMP, SMA dan SMK tinggal fokus melanjutkan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang wajib diberikan kepada setiap siswa SMP, SMA dan SMK. 

Ibu-ibu Kampung Konda menyiapkan pakaian segaram untuk anak-anak SSH

Guna mendukung SSH kita juga akan mulai memprogramkan pendirian PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di setiap kampung.  Satu Kampung Satu PAUD.  Anak-anak kita yang dididik melalui PAUD pasti akan lebih siap untuk masuk SD yang diselenggarakan dengan pendekatan SSH.

Kiranya Tuhan Yang Maha Baik memberkati setiap usaha kita untuk memajukan anak-anak Indonesia yang telah Tuhan tempatkan di setiap kampung di Sorong Selatan.  Kita bertanggung jawab kepada Tuhan untuk membuat mereka cerdas, berakhlak, berakar dalam budayanya, patuh kepada orang tua, mencintai lingkungan hidup, demokratis, dan bangga menjadi rakyat dari bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Tampaknya, program penting ini tidak atau belum terselenggar provinsi-provinsi lain di Tanah Papua. Padahal dana di Kab Sorsel jauh lebih kecil dari banyak kabupaten/kota lain. (Krist Ansaka/Agus Sumule)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here