Oleh Frans Maniagasi – Salah Satu Inisiator Pembentukan MRP (2004) dan Pengamat Politik Lokal Papua
ADA isu tak sedap yang memprihatinkan diseputar proses pemilihan pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua (provinsi induk) pada saat dilaksanakan Rapat Pleno Pemilihan Pimpinan MRP (20 November 2023). Isu tak sedap itu adalah adanya intervensi pihak luar dalam proses pemilihan maupun diduga terjadi praktek politik uang (money politics).
Menurut pendapat penulis, isu dan transaksi seperti itu telah menodai bahkan melecehkan eksistensi dari lembaga mulia (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua (OAP). Mesti dingat bahwa MRP secara kultural dan sosiologis berbasis pada dua landasan yaitu konstituennya orang asli Papua dan konfigurasi kultural. Dua landasan ini yang membedakan MRP dengan lembaga-lembaga politik, kekuasaan dan birokrasi pemerintahan.
Sehingga dalam proses pemilihan pimpinan MRP jika dicemari dan dinodai dengan intervensi dari alam “gaib” untuk mengamankan kepentingan politik dalam rangka pemilihan kepala daerah-gubernur di 2024 dan dugaan politik uang, maka sangat disayangkan. Oleh karena itu maka hasil pemilihan pimpinan MRP tersebut patut ditinjau ulang atau dlakukan kocok ulang.
Pemilihan itu batal demi hukum, dan hasilnya ilegal, karena dilakukan tanpa memiliki dasar hukum tidak berdasarkan pada Tata Tertib MRP yaitu Peraturan MRP No 1 Tahun 2020 dan PP No 54 Tahun 2004 tentang MRP, dan UU No 21/2001 junto UU No 2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Tata tertib
Padahal Tata Tertib MRP produk tahun 2020 yang lalu dapat direvisi dan diadaptasikan dengan perkembangan saat ini. Substansi tatib telah memuat dan menegaskan tentang tata cara pemilihan ketua dan wakil ketua yang menjadi representasi dari masing-masing unsur (adat, perempuan, dan agama). Hal itu tercantum pada Pasal 10, 11, 12, 13, 14, dan 15.
Pasal 12 ayat (1) pemilihan pimpinan MRP dilaksanakan dalam dua tahap; ayat (2) pemilihan tahap pertama dilaksanakan di masing-masing unsur unsur untuk memilih bakal calon pimpinan yang berasal dari unsur adat, perempuan dan agama; ayat (3) pemilihan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui musyawarah atau pemilihan.
Ayat (4) pelaksanaan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan untuk ditetapkan dalam rapat pleno sebagai calon tetap. Ayat (5) pemilihan tahap kedua dilaksanakan untuk memilih ketua dan wakil wakil ketua yang dipilih diantara calon tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Ayat (6) teknis pelaksanaan tata cara pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dalam rapat pleno.
Pasal 13 ayat (1) setiap anggota MRP berhak untuk memilih dan dipilih. Ayat (2) pemilihan pimpinan MRP dilaksanakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Ayat (3) dalam hal pemilihan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pemilihan pimpinan MRP dilaksanakan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup.
Ayat (4) pelaksanaan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan cara setiap anggota MRP berhak memilih tiga nama calon tetap. Ayat (5), setiap anggota MRP dalam melaksanakan pemilihan pimpinan MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memilih satu dari tiga nama calon tetap hasil pemilihan masing-masing kelompok kerja. Ayat (6) teknis pelaksanaan tata cara pemilihan sebagai mana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan dalam rapat pleno.
Pasal 14 ayat (1) calon pimpinan MRP yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua dan wakil ketua. Ayat (2) apabila dua calon atau lebih memperoleh suara terbanyak yang sama maka diadakan pemilihan ulang terhadap calon-calon yang memperoleh suara terbanyak sama.
Sedangkan Pasal 15 adalah pensahan calon yang memperoleh suara terbanyak masing masing sebagai ketua, dan wakil ketua disahkan oleh pimpinan sementara. Selanjutnya hasil ini disampaikan dalam rapat pleno dan dibacakan oleh sekretaris MRP. Kemudian disampaikan kepada gubernur untuk dilantik, sebelumnya hasilnya disahkan oleh Mendagri.
Pertanyaannya, pemilihan pimpinan MRP pada tanggal 20 November 2023 yang lalu dilakukan berdasarkan tahapan dan mekanisme prosedur seperti yang diatur dalam pasal pasal dan ayat-ayat tersebut. Jika tidak dilakukan berdasarkan tahapan, prosedur dan mekanisme seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Tata Tertib No 1/2020 maka jelas jelas hasil pemilihan pimpinan MRP illegal.
Oleh sebab itu maka suka atau tidak suka tidak ada acara lain mesti dilaksanakan pemilihan ulang. Mengingat hasil pemilihan pimpinan MRP itu tidak sah atau batal demi hukum. Jangan biasakan diri mempertahankan “tradisi yang salah” yang keliru. Karena adanya boncengan intervensi dari luar untuk mengamankan kepentingan politik pragmatis kepada pimpinan MRP dan politik uang yang mesti dieliminasi.
Mengingat MRP adalah lembaga representasi kultural yang meletakan nilai-nilai etika, moralitas, dan agama menjadi memedomani setiap perilaku dan sikap maupun tabiat dari anggota dan institusi MRP, sebagai lembaga representasi kultural. Jika mempertahankan tradisi yang salah yang penuh dengan transaksi pragmatisme politik sesaat, bagaimana anggota MRP baik individu maupun institusi dapat memproteksi orang asli Papua dan hak-haknya, berpihak pada orang asli Papua dan hak hak mereka sementara anggota dan lembaga ini telah “dikotori” dengan praktek-praktek seperti itu.
Maka dalam hal pemilihan pimpinan MRP mestinya dijauhkan dari praktek-praktek kurang terpuji yang merusak wibawa dan kehormatan lembaga kultural ini. Selain itu pemilihan itu sebaiknya dilaksanakan pada saat jumlah anggota MRP telah terpenuhi termasuk 8 orang anggota yang baru dilantik. Dengan demikian kehadiran mereka pun akan turut bertanggungjawab dan memberikan haknya dalam proses pemilihan pimpinan MRP. Sehingga pimpinan yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat, dan semua anggota pun bertanggung jawab terhadap pimpinannya. Hal ini agar secara psiko politis jangan ada yang merasa bahwa mereka tidak memilih pimpinan MRP.
Ada dua rekomendasi. Pertama, pemilihan pimpinan MRP mesti dikocok ulang karena dilakukan tidak berdasarkan pada Peraturan Tata Tertib MRP. Kedua, dicederai dan dinodai oleh praktek-praktek transaksional yang melecehkan jati diri, keberadaan dan spiritualitas dari lembaga ini. Telah menyimpang jauh dari marwah MRP.
Sehingga mesti dievaluasi dan dikoreksi agar dalam proses pemilihan pimpinan MRP kita memulai hal hal baru, meletakkan tradisi yang baik dan benar. Dengan demikian, masyarakat kita terutama orang asli Papua yang menjadi basis konstituennya dapat mempercayai MRP dan mereka yakin bahwa institusi ini benar-benar konsisten dan konsekuen dalam memproteksi, berpihak, dan berdayakan orang asli Papua dan hak-haknya.***
(*) – Disadur dari www. ODIYAIWUU.Com – 6 Desember 2023