Beranda Buku Hasil Eksaminasi : Tanpa Kesalahan, Barnabas Suebu Divonis 8 Tahun

Hasil Eksaminasi : Tanpa Kesalahan, Barnabas Suebu Divonis 8 Tahun

261
0
BERBAGI

Wajah Hakim (hukum) di Indonesia Tercoreng. Masalah politik menjadi salah satu hal yang mempengaruhi putusan hakim. Pasalnya, tuduhan korupsi terhadap Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu, sejak penyelidikan di penyidik KPK hingga di persidangan, tak pernah ada bukti yang ditunjukan penyidik dan hakim. Tapi, Barnabas Suebu divonis 8 tahun penjara. Para hakim harus diminta pertanggungjawabanya dan Negara harus merehabilitasi nama baik, Barnabas Suebu.

 

JAYAPURA, NGK – Auditorium Universitas Cenderawasih, siang itu, 14 Mei 2024, penuh dengan para undangan yang menghadiri acara Bedah dan peluncuran buku, “Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu.”

Mereka yang hadir itu, para dosen, mahasiswa, pejabat, aktivis hukum, pegiatan  sosial kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, penduduk kampung, para jurnalis.

“Negara Harus Minta Maaf,” ungkap seorang mahasiswa ketika bertanya – tampak dalam gambar (Foto: Krist/NGK)

Mengapa ratusan undangan itu hadir dalam acara ini ? “Saya sudah mendengar dan mengikuti kasus ini sejak awal. Betulkah Barnabas Suebu itu bersalah? Untuk itu, kami hadir dan mau mendengar secara langsung, hasil Eksaminasi atau  pengujian (pemeriksaan) terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim),” ungkap aktivis hukum, Julles Ongge kepada NGK (15/4/2024) melalui handphonenya.

Menurut Julles Ongge, dari hasil eksaminasi yang ditulis Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, M.Hum itu, telah memberi pelajaran berharga dan sebagai advokad, kasus Barnabas Suebu ini akan menjadi julisprudensi bagi kami untuk mendampingi klein kami.

“Dari hasil eksaminasi kasus Barnabas Suebu itu, penulis buku, Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, M.Hum, mengungkapkan, bahwa Masalah politik bisa menjadi salah satu hal yang mempengaruhi putusan hakim,” ujar Julles Ongge.

Menurut keterangan pers dari Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, M.Hum yang diterima NGK pada 13 Mei 2024, bahwa buku “Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu” ini memuat hasil eksaminasi terhadap Putusan Perkara Nomor 01/PID/TPK/2016/PT.DKI juncto Putusan Perkara Nomor 67/Pid.Sus/TPK/2015/ PN.JKT.PST (Perkara Barnabas Suebu).

Jan Jap Ormuserai (Paling Kiri) dan para pejabat lainnya bersama Barnabas Suebu dan Rektor Uncen (Foto: Krist A/NGK)

Sebuah kegiatan eksaminasi yang diinisiasi dan dikoordinir oleh Penulis, yaitu Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, M.Hum, yang pada saat dilakukan eksaminasi menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI).

Salah satu poin penting dari hasil eksaminasi putusan Perkara Barnabas Suebu ini adalah bahwa “Terdakwa di vonis bersalah tanpa dibuktikan secara benar unsur kesalahannya.” Oleh sebab itu, seharusnya majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus Perkara Nomor 67/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST dan Perkara Nomor 01/PID/TPK/2016/PT.DKI, perlu diminta pertanggungjawabannya baik secara hukum maupun etik karena tidak profesional dan tidak cermat dalam menjalankan tugasnya.

“Barnabas Suebu memang telah bebas setelah menjalankan pidana penjara selama  delapan tahun sesuai vonis hakim. Namun demikian, dengan mengacu pada hasil eksaminasi, maka sangatlah logis dan manusiawi jika Barnabas Suebu diberikan rehabilitasi oleh Negara untuk memulihkan nama baik, harkat dan martabatnya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga Negara,” tegas Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, M.Hum.

Laksanto Utomo menjelaskan, Presiden sebagai Kepala Negara, seharusnya peduli terhadap ketidak-adilan dan pelanggaran hak asasi manusia yang telah dialami dan dirasakan Barnabas Suebu.  “Sebuah ketidak-adilan dan pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh tidak profesional dan tidak cermatnya majelis hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkaranya,” kata Laksanto Utomo.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, pemberian rehabilitasi oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Kegiatan peluncuran dan bedah buku ini diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura bekerja sama dengan Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia, Lembaga Studi Hukum Indonesia dan Penerbit PT Kaya Ilmu Bermanfaat

Bedah dan peluncuran buku inimenghadirkan Keynote Speaker Marzuki Darusman, S.H., (Jaksa Agung 2009-2011) dan Prof.Dr. Frans Reumi, S.H.,M.A., M.H. (Dekan Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih), dengan panelis Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H., M.H. (Hakim Agung 2011-2018), Prof. Dr. Roberth K. R. Hammar, S.H., M.Hum., M.M., CLA (Rektor Universitas Caritas Indonesia Manokwari), Dr. Basir Rohrohmana, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih) dan Dr. Josner Simanjuntak, S.H., M.Hum. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih dan Hakim Adhoc Tipikor Jayapura).

Moderator untuk bedah dan peluncuran buku ini adalah Dr. Tina Amelia, S.H., M.H., CLA., CPCD. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Jakarta).

Kegiatan peluncuran buku ini juga dihadiri oleh Dr. Oscar Oswald O. Wambrauw, S.E.,M.Sc.Agr (Rektor Universitas Cenderawasih), para undangan lainnya serta Hermansyah (Direktur Eksekutif APHA Indonesia).

Buku ini menarik sebagai literatur atau bahan bacaan bagi berbagai kalangan, termasuk akademisi hukum, praktisi hukum, mahasiswa fakultas hukum, dan masyarakat umum yang ingin lebih memahami penegakan hukum dalam teori dan praktik.

Dalam konteks ilmu hukum, dapat juga digunakan istilah “das sollen” dan “das sein”. Das sollen disebut kaidah hukum yang menerangkan kondisi yang diharapkan, sementara itu das sein dianggap sebagai keadaan yang nyata.

Tidak selamanya antara das sollen dan das sein ini seiring sejalan, tetapi adakalanya terjadi kesenjangan, seperti yang terjadi pada Perkara Barnabas Suebu. (Krist Ansaka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here