Jumlah pengguna ganja dan sahbu di Papua, cenderung bertambah. Tapi, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Papua, belum punya tempat rehabilitasi. Pemda Papua perlu memperhatikan hal ini.
JAYAPURA, NGK – Jumlah kasus Narkoba di Papua terus meningkat. Dari 1.833 kasus pada tahun 1999 – 2023 menjadi 7.140 kasus atau 290 persen. Jadi setiap tahun dalam lima tahun terakhir, kenaikan rata-rata 58 persen per tahun. Untuk Semester I tahun 2024. Ada 10 Laporan Kasus Narkoba (LKN).
Dari 10 LKN itu ada 13 tersangka. Jumlah barang bukti berupa shabu sebanyak 7,61 gram. Sedangkan Barang Bukti berupa ganja sebanyak 5.735,2 gram.
Data-data ini terungkap dalam kegiatan Bimbingan Teknik (Bimtek) P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Ganja Narkoba) yang digelar BNN Provinsi Papua di salah satu hotel di Abepura pada 17 – 18 Juli 2024.
Dalam materi Bimtek tentang Strategi Metode Pencegahan dalam Upaya P4GN ((Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Ganja Narkoba) yang disajikan oleh Kasman dari BNN Provinsi Papua, bahwa saat ini pengguna Narkoba jumlahnya cenderung naik.
“Tapi BNN Propinsi Papua, belum tempat rehabilitasi bagi pengguna Narkoba. Kita punya Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya. Tapi Perda ini tidak efektif,” kata Kasman.
Lebih lanjut, Kasman mengatan, BNN Provinsi Papua belum punya tempat rehabilitasi sebagai sarana untuk edukasi tentang penanggulangan napza.
“Kami punya dana terbatas sehingga belum mampu membangun atau menyediakan tempat rehabilitasi. Untuk itu, kami sanghat berharap, dukungan dari pemerintah daerah,” kata Kasman.
Ruddy Ramandey, salah satu Ketua RW dari Kelurahan Ardipura, Kota Jayapura yang juga peserta Bimtek menyatakan, Pemerintah Provinsi Papua, jangan tutup mata melihat kondisi ini. “Masa jumlah pengguna Narkoba di Papua terus meningkat tapi Pemerintah Provinsi Papua tinggal diam dan belum memfasilitasi untuk membangun atau menyediakan tempat rehabilitasi,” tegas Ruddy Ramandey.
Pernyataan Ruddy Ramandey ini ada benarnya. Soalnya, menurut ayat 3, pasal 34 dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2018, disebutkan Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyediaan tempat rehabilitasi medis dan sosial.
Tampaknya, Perda ini belum efektif dan ada kecenderungan, Pemerintah daerah belum melaksanakan Perda itu. Bahkan DPRP sendiri pun, belum menjalankan fungsi baik untuk melihat persoalan narkoba di Papua.
Kondisi ini membuat para peserta Bimtek meminta, pihak DPRP segera mendesak Permerintah Daerah Papua untuk membantu BNN membangun tempat rehabilitasi.
Permintaan para peserta Bimtek ini, wajar-wajar saja lantaran penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya semakin meningkat dan membahayakan kehidupan masyarakat khususnya perkembangan sumberdaya manusia Papua dan mengancam kehidupan bangsa dan negara sehingga perlu dilakukan pencegahan dan penanggulangan secara sistematis dan terstruktur.
Peserta Bimtek 30 orang yang terdiri dari 11 orang Ketua RW se kelurahan Ardipura, Kota Jayapura, 1 orang tokoh pemuda dari kelurahan Ardipura, 1 orang tokoh perempuan dari Kelurahahn Ardipura dan 11 orang dari Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Papua. (Krist Ansaka)