Beranda Hukum Tuduhan Makar di Sorong, Dibantah Keempat Terdakwa

Tuduhan Makar di Sorong, Dibantah Keempat Terdakwa

38
0
BERBAGI
Keempat terdakwa bersama para penasehat hukum di Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A Khusus pada Senin (15/9).

MAKASSAR (15/9/25), NGK – Tuduhan makar di Sorong yang dialamatkan kepada terdakwa Braham Goram Gaman, Piter Robaha, Nikson May dan Maksi Sangkek, dibantah.

Bantahan itu terungkap dalam nota keberatan (eksepsi) dari keempat terwakda itu di sidang lanjutan di ruang sidang Prof.Dr.Baharuddin Lopa, SH, MH pada Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A Khusus pada Senin (15/9).

Dalam sidang perkara nomor register : 967 dan 968 dengan terdakwa Abraham Goram Gaman dan Piter Robaha , dipimpin hakim Ketua Herbert Harefa, SH, MH. Sedangkan sidang perkara nomor register : 969 dan 970 atas nama terdakwa Nikson May dan Maksi Sangkek dipimpin Hakim Ketua Hendry Manuhua, SH, M.Hum.

Para terdakwa mengajukan eksepsi pribadi mereka yang disusun sebanyak tiga halaman dengan tulisan tangan dan dibacakan oleh Terdakwa Abraham Goram Gaman.

Menurut salah satu penaseha hukum keempat terdakwa, Yan Cristian Warinussy dalam rilisnya yang dikirim ke NGK (15/9/2025), disebutkan bahwa  dalam eksepsi itu, para terdakwa berbicara mengenai substansi perbuatan yang telah dilakukan oleh Abraham Goram Gaman bersama dengan ketiga rekannya yaitu Piter Robaha, Nikson May dan Maksi Sangkek.

“Kata permufakatan jahat yang disampaikan Penuntut Umum di dalam surat dakwaannya, dibantah secara tegas oleh para terdakwa,” kata Warinussy.

Sementara menurut para terdakwa, bahwa mereka berempat merasa tidak pernah bersepakat atau terlibat di dalam rencana pembentukan Negara Federal Republik Papua Barat (NRFPB).

“Saat NFRPb dideklarasikan dan dipulihkan kembali pada tanggal 19 Oktober 2011 di lapangan Zakeus, Padang Bulan, Abepura-Jayapura, kami sama sekali tidak ada disana. Jadi bagaimana mungkin kami dikatakan bermufakat jahat untuk mendirikan negara NRFPB tersebut?” ujar Abraham Goram Gaman ketika membacakan eksepsi mereka berempat itu.

Para terdakwa juga mengatakan bahwa pada tanggal 14 April 2025, mereka berempat bersama saudara lainnya sedang bertemu untuk mengantar surat-surat serta dokumen dari Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut.  “Jadi kami sendiri sebenarnya hanya menjalankan perintah dari Presiden NFRPB Forkorus Yaboisembut.

Untuk itu, para terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar dakwaan jaksa batal demi hukum dan atau setidaknya ditolak.

Sementara Penasihat Hukum para terdakwa mengajukan nota keberatan (eksepsi) yang lebih mengarah pada aspek formalitas surat dakwaan sesuai amanat Pasal 143 Kitab undang undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat dan tidak jelas dalam merumuskan dakwaan atau tuduhan kepada para klien kami. Dakwaan itu cacat formil, karena disusun asal-asalan dengan pola copy paste, tanpa menguraikan secara jelas peran masing-masing terdakwa,” kata Yan Warinussy.

“Pasal yang disangkakan pun sama rata, seolah-olah klien kami dipaksa menjadi pelaku makar,” kata salah satu penasihat hukum di persidangan.

Menurut tim hukum, sejak proses penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan, kasus ini sarat dengan kejanggalan. Mereka menilai ada upaya untuk memaksakan keempat terdakwa menjadi sasaran kriminalisasi dengan tuduhan makar.

“Kami sama sekali tidak menemukan indikasi adanya permufakatan jahat. Faktanya, mereka hanya mengantar surat, bukan merencanakan atau menyepakati pembentukan negara baru,” ujar kata Warinussy.

Penasihat hukum meminta majelis hakim PN Makassar menolak seluruh dakwaan JPU dan membebaskan para terdakwa demi hukum. “Demi tegaknya keadilan, kami mohon majelis hakim menerima eksepsi ini, menolak dakwaan JPU, dan membebaskan klien kami dari segala tuduhan,” kata Warinussy

Sidang berjalan dengan kawalan ketat aparat keamanan dan akhirnya, majelis hakim menunda persidangan hingga Rabu (17/9/2025) dengan agenda pembacaan tanggapan JPU terhadap nota keberatan para terdakwa. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here