Beranda Politik Di Kab. Jayapura, Dana Otsus Jangan Jadi Sumber ‘Bancakan’ Elit

Di Kab. Jayapura, Dana Otsus Jangan Jadi Sumber ‘Bancakan’ Elit

92
0
BERBAGI

SENTANI (20/9/25), NGK – “Jauh api dari panggangnya.” Pepatah ini, mungkin cocok buat Pemerintah Kabupaten Jayapura dalam mengelola dana Otonomi Khusus (Otsus).

Pasalnya, dana Otsus Rp226 miliar tahun 2025 yang dikelola Pemerintah Kabupaten Jayapura belum dirasakan manfaatnya bagi orang asli Papua di kabupaten yang dipimpin Yunus Wonda itu.

Bahkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 yang dibuat pemerintah, masih jauh dari harapan rakyat.  Tragis lagi, ada sinyalemen, RPJM itu akan meleset dari harapan Orang Asli Papua (OAP), bahkan diduga, mustahil terjadi.

Wakil Ketua III DPRK Jayapura dari Fraksi Otsus, Nelson Yohosua Ondi (foto: jayapurapost)

Persoalan inilah yang menjadi sorotan tanyam publik setelah Fraksi Otonomi Khusus (Otsus) menyampaikan pandangan tajam terhadap dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 pada Rapat Paripurna DPRK Kabupaten Jayapura yang digelar pada Kamis (18/9/2025).

“Dokumen RPJMD yang disusun pemerintah daerah, masih jauh dari harapan rakyat. Padahal, pembangunan lima tahun ke depan harus menyentuh kebutuhan mendasar, terutama bagi OAP,” tegas Wakil Ketua III DPRK Jayapura dari Fraksi Otsus, Nelson Yohosua Ondi, Fraksi Otsus dalam Rapat Paripurna DPRK Kabupaten Jayapura.

Ondi menegaskan, Fraksi Otsus hadir di forum ini untuk menyuarakan jeritan rakyat dari kampung-kampung yang selama ini terabaikan. Jika kita tidak berani mengkritik, maka kita tidak akan pernah maju. “Ini bukan untuk menjatuhkan, tapi demi memastikan Otonomi Khusus benar-benar menjadi instrumen kesejahteraan,” ujar Nelson kepada awak media.

Tanah Adat dan Tapal Batas

Masalah kedaulatan tanah adat menjadi perhatian utama Fraksi Otsus. Mereka menilai, hingga saat ini tidak ada kepastian hukum yang jelas atas tanah dan wilayah adat, padahal hal tersebut merupakan akar dari banyak konflik sosial di Papua.

Fraksi Otsus menekankan pentingnya penyelesaian tapal batas antara Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua dengan Kabupaten Yalimo di Provinsi Papua Pegunungan. Menurut Nelson, masalah yang sudah dibiarkan berlarut-larut itu berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

Selain itu, Fraksi Otsus juga menyoroti tunggakan pembayaran tanah ulayat di sejumlah lokasi vital, termasuk SMP Negeri 1 Sentani dan SMK Negeri 1 Sentani. Tunggakan yang sudah menumpuk sejak 2024 dianggap sebagai pengkhianatan terhadap janji pemerintah.

“Kami mendesak agar persoalan tanah ulayat segera dituntaskan dengan memanfaatkan dana Otonomi Khusus, bukan hanya mengandalkan DAU yang jelas tidak cukup,” tegas Nelson.

Infrastruktur Masih Merata

Dalam pandangan Fraksi Otsus, ketimpangan pembangunan infrastruktur masih mencolok di Kabupaten Jayapura. Kondisi jalan dari Nimbonton, Distrik Unurum Guay, hingga Kaureh sepanjang 175 kilometer dinilai sangat memprihatinkan karena rusak parah dan jembatannya rapuh.

Mereka juga mengingatkan soal janji pembangunan jalan Demta-Yokari-Maribu yang berulang kali tertunda. Jalan tersebut dianggap vital karena menjadi penghubung pesisir dengan pusat ekonomi.

Fraksi Otsus menegaskan, jika janji pembangunan kembali tidak ditepati pada 2026, maka hal itu akan menjadi kegagalan moral maupun politik bagi pemerintah daerah.

Fraksi Otsus juga menuntut percepatan pembangunan jalan lingkungan, jembatan di Kampung Bengguin Progo dan Kampung Swentab di Distrik Kemtuk, serta jembatan Kali Klandili di Distrik Sentani Kota.

Pendidikan dan Kesehatan yang Terabaikan

Fraksi Otsus menyebut sektor pendidikan dan kesehatan masih kurang mendapat perhatian serius. Nelson mencontohkan, keterlambatan pembangunan rumah guru di SD YPK Benyom, Distrik Nimboran, selama lima tahun, membuat proses belajar anak-anak Papua terganggu karena guru harus menempuh jarak jauh ke sekolah.

Selain itu, terbengkalainya asrama mahasiswa Kabupaten Jayapura di Manokwari dan Manado juga dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap generasi muda.

Di bidang kesehatan, angka kematian ibu (AKI) akibat keterbatasan pelayanan medis di Kabupaten Jayapura dinilai memprihatinkan. Fraksi Otsus meminta agar sebagian dana Otsus dialihkan untuk memperkuat layanan di Puskesmas dan Pustu di 19 distrik, termasuk penyediaan dokter, bidan, dan perawat asli Papua.

Ekonomi, Lingkungan, dan Adat

Fraksi Otsus juga menyoroti aspek ekonomi, mulai dari kebutuhan dukungan bagi petani lokal di Distrik Namblong, hingga percepatan regulasi yang memberi ruang lebih besar bagi pengusaha asli Papua. Mereka juga mengusulkan penyelenggaraan job fair dan program pelatihan untuk membuka akses kerja bagi anak muda Jayapura.

Di sisi lain, kerusakan lingkungan di kawasan Cagar Alam Cycloop akibat penebangan liar dan penambangan ilegal menjadi sorotan serius. Fraksi Otsus mengusulkan agar kawasan itu dijadikan lokasi latihan militer untuk menjamin kelestariannya, sembari memperjuangkan kompensasi karbon kredit bagi masyarakat adat pemilik kawasan.

Dalam hal penguatan adat, Fraksi Otsus mendesak pemerintah menghentikan dualisme lembaga adat yang melemahkan posisi ondoafi dan kepala suku, serta mengembalikan kewenangan kepada Dewan Adat Suku yang sah.

Transparansi Dana Otsus

Di akhir pandangannya, Fraksi Otsus menekankan pentingnya transparansi pengelolaan dana Otsus. Mereka mendesak agar rapat dengar pendapat segera dilakukan secara terbuka bersama DPRK dan masyarakat, sehingga penggunaan dana tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

“Tanpa transparansi, dana Otsus hanya akan menjadi sumber bancakan elit. Kami ingin memastikan dana ini benar-benar kembali kepada rakyat,” tutup Nelson.

Rapat paripurna kemudian ditutup dengan penyerahan dokumen pandangan Fraksi Otsus dan kemudian pandangan itu akan menjadi dasar dalam pembahasan lebih lanjut bersama pihak eksekutif untuk menyempurnakan RPJMD 2025–2029. (A**/ian)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here