
NABIRE (31/10/25), NGK – Setiap masa pemerintahan memiliki kebijakan untuk Papua. Karena itu, kita harus melihat Papua secara utuh. Jangan sepotong-sepotong.
Hal ini ditegaskan Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, S.H, M.H ketika memaparkan materi tentang ‘Papua Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan’ yang disampaikan pada acara Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan Urusan Umum dalam Mendukung Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua Tengah.

Kegiatan yang berlangsung di Ballroom Kantor Gubernur Papua Tengah, Nabire, Kamis (30/10/2025) ini dihadiri Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, Forkopimda, Para Bupati se Papua Tengah, termasuk dari Kabupaten Mimika, hadir Wakil Bupati Emanuel Kemong.
“Kita akan merumuskan, memikirkan, mendiskusikan dalam rapat koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di Provinsi Papua Tengah. Di sini, kita kolaborasi tingkat provinsi, menyatukan satu pikiran, satu hati, satu tujuan, satu rencana demi kesejahteraan rakyat itu sendiri,” ujar Gubernur Papua Tengah, Meki F. Nawipa ketika memberi ucapan selamat kepada para peserta.
Meki Nawipa menjelaskan, Provinsi Papua Tengah, baru dua setengah tahun, mau menjelang tiga tahun. Tapi tiga bulan kedepan, provinsi ini sudah memiliki kantor gubernur, kantor DPRP dan kantor MRP.

“Pemerintahan di sini sedang meletakan pondasi untuk kita bisa majukan negeri ini ke depan yang baik. Sebagai provinsi baru, ada berbagai dinamika dan cara berpikir yang berbeda-beda dari kabupaten-kabupaten. Tapi mari kita satukan pikiran dan hati untuk supaya kita bisa jalan dengan baik ke depan. Saya berharap, tiga tahun ke depan, Nabire sudah take off (lepas landas). Saya percaya dan yakin, bahwa sumber daya manusia yang kita punya kita akan perkuat dari seluruh sisi,” kata Meki Nawipa.
Sementara itu, keynote speaker, Komarudin, anggota Komisi II DPR RI dalam Rakor itu memaparkan tentang perjalanan kebijakan otonomi di Tanah Papua sejak masa Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo Babang Yudoyono, Joko Widodo hingga era pemerintahan saat ini dengan presidennya, Probowo Subianto.
“Setiap masa pemerintahan memiliki kebijakan untuk Papua. Karena itu, kita harus melihat Papua secara utuh, jangan sepotong-sepotong. Otsus bukan hanya soal dana, tapi juga kewenangan dan tanggung jawab dalam membangun masyarakat asli Papua,” ujarnya.
Komarudin Watubun menegaskan, untuk memahami kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua, secara komprehensif dalam konteks masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Ia menjelaskan Otsus lahir melalui proses politik panjang, bukan sekadar pemberian, melainkan hasil perjuangan tokoh-tokoh Papua dalam memperjuangkan hak dan kemandirian di daerahnya.

Dalam paparannya, Watubun menyoroti beberapa poin penting hasil revisi Undang-Undang Otsus, antara lain peningkatan dana awalnya 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) menjadi 2,25%, pembentukan DPRK di kabupaten/kota, serta pemekaran empat provinsi baru, termasuk Papua Tengah.
“Dana Otsus sudah naik, tapi saat ini ada kebijakan efisiensi sehingga berdampak juga pada dana Otsus. Walau begitu, pelaksanaan Otsus harus terus dievaluasi agar berjalan efektif dan transparan. Peraturan yang baik tidak akan berguna jika tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Evaluasi harus dilakukan agar kebijakan tidak hanya indah di atas kertas,” tegasnya.
Selain itu, Komaruddin Watubun juga menekankan pentingnya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) orang asli Papua sebagai prioritas utama dalam pembangunan. Menurutnya, hanya pendidikan yang dapat mengubah masa depan masyarakat Papua.
“Kalau kita ingin Papua Tengah maju, maka fokuslah pada pendidikan. Sediakan kesempatan bagi anak-anak kita untuk belajar di universitas terbaik, baik di dalam maupun luar negeri. Pendidikan adalah kunci perubahan,” jelasnya.
Komarudin Watubun pada Rakor itu lebih menekankan pada koordinasi antara pemerintah provinsi dan pusat dalam mempercepat pembangunan di Papua Tengah, khususnya terkait dengan Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua).
Anggota DPR RI asal Dapil Papua Tengah itu, lebih menekankan pada mekanisme koordinasi, pemetaan prioritas pembangunan, sinkronisasi program, serta peran dan kewenangan lembaga seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam mendukung pembangunan di Papua, khususnya Papua Tengah.
Komarudin Watubun juga membahas tentang peran Majelis Rakyat Papua (MRP), dalam konteks Otsus dan percepatan pembangunan. “Bagaimana MRP berperan sebagai representasi kultural Orang Asli Papua dalam memberikan masukan dan dukungan terhadap kebijakan pembangunan,” kata Watubun.
Di akhir pemaparannya, Komaruddin mengajak seluruh pihak untuk bersatu dan memperkuat komitmen bersama dalam membangun Papua Tengah. “Hanya dengan persatuan, keterbukaan, dan komunikasi yang baik, kita bisa mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (tob/ka)
 
            







