Beranda Nusantara Masyarakat Adat Grime Nawa Minta HGU PT Permata Nusa Mandiri Dicabut

Masyarakat Adat Grime Nawa Minta HGU PT Permata Nusa Mandiri Dicabut

1741
0
BERBAGI
Masyarakat Hukum Adat Grime Nawa lakukan Aksi Penyampaian Aspirasi di Kantor Bupati Jayapura (7/9/22) - Foto: Vihky D)

 

PT Permata Nusa Mandiri membabat hutan adat Masyarakat Grime Nawa (Foto : Mongabay)

Wakil Bupati Jayapura: Ijin lokasi yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Jayapura telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang lagi.

SENTANI, NGK – Pintu Gerbang Kompleks Kantor Bupati Jayapura, pada Rabu, 7 September 2022, sekitar pukul 12.01 Waktu Papua, penuh sesak dengan ratusan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Grime Nawa. Mereka datang membawa keputusan musyawarah adat Daerah Grime Nawa (21/7/2022) yang meminta dan menuntut Bupati Mathius Awoitauw untuk segera mencabut Ijin Hak Guna Usaha (HGU) dari PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di atas lahan 30.920 Ha yang berlokasi di wilayah adat mereka.

Melihat jumlah massa yang semakin tumpah ruah, lalu pihak keamanan mengarahkan massa berkumpul dan menyampaikan aspirasinya di Lapangan Apel Kantor Bupati. Massa yang dipimpin Ketua Dewan Adat Grime Nawa, Mathius Sawa dan Kordinator Aksi, Yustus Yekusamon menyetujui permintaan pihak keamanan.

Ketua Dewan Adat Grime Nawa, Mathius Sawa Menyerahkan Tuntutan mereka (Foto: Vihky)

Sambil berjalan menuju Lapangan Apel Kantor Bupati, massa meneriakkan untuk meminta Bupati Jayapura, segera keluar dari ruangan untuk bertemu dengan mereka dan sekaligus menjawab aspirasi mereka saat itu juga.

Tapi sayang, harapan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Grime Nawa itu, tidak terkabulkan lantaran Bupati sudah terbang ke Jakarta untuk urusan tugas lainnya. Dan untuk melayani permintaan MHA Grime Nawa itu, Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayatoro, datang dan menghampiri rakyatnya.

Dengan suasana keakrapan, Giri Wijayatoro dan sejumlah pejabar di lingkunghan pemerintahan Kabupaten Jayapura, mendengar tuntutan MHA Grime Nawa itu. Lalu, Ketua Dewan Adat Grime Nawa, Mathius Sawa dengan suara lantang, meminta Bupati untuk segera mencabut Ijin Hak Guna Usaha (HGU) dari PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di atas lahan 30.920 Ha yang berlokasi di wilayah adat mereka.

“Kami masyarakat hukum adat Grime Nawa, hari ini datang dengan tujuan untuk membawa pulang SK pencabutan ijin atas tanah adat kami yang diberikan HGU kepada PT Permata Nusa Mandiri,” tegas Matihus Sawa.

Setelah itu, sejumlah anggota masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi. “Kami tidak mau, di atas tanah adat kami digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, karena bagi mereka itu hanya akan merusak tanah dan hutan kami. Jadi kami minta ijin HGU segera dicabut,” ungkap  Kordinator Aksi, Yustus Yekusamon dan sejumlah pendemo lainnya.

Setelah itu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw melalui Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro menyampaikan tanggapan atas tuntunan Masyarakat Hukum Adat Grime Nawa itu. Ada empat poin yang disampaikan Giri Wijayantoro, yaitu :

Pertama, Ijin lokasi yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Jayapura telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang lagi.

Kedua, Diharapkan tidak boleh ada aktivitas yang dilakukan oleh PT PNM di atas lokasi, sambil menunggu hasil evaluasi tim kajian.

Ketiga, Pemerintah Kabupaten Jayapura mendukung secara penuh dilakukannya pemetaan wilayah adat di lokasi hukum adat masyarakat Grime Nawa.

Keempat, Pemerintah Kabupaten Jayapura bersama Pemerintah Provinsi Papua akan berkoordinasi langsung dengan Kementerian lingkungan hidup terkait ijin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH). Mengenai HGU akan ditinjau kembali dengan melihat pemetaan adat yang akan ditetapkan.

“Ini keputusan Pemerintah Kabupaten Jayapura. Untuk Surat Keputusan (SK) sebagai dasar keputusan hukum, menunggu Bupati untuk ditandatangani,” tegas  Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro.

Kepada massa, , Giri Wijayantoro sangat mengapresiasi apa yang menjadi tuntutan, kerena baginya masyarakat sudah paham tentang kondisi dan situasi tentang keberlangsungan hidup mereka di atas tanah adat mereka sendiri untuk masa depan.

Kapada Pemerintah Kabupaten Jayapura, Kordinator aksi, Yustus Yekusamon, menyatakan, Masyarakat Hukum Adat Grime Nawa akan kembali lagi pada 21 September 2022, menerima keputusan pemerintah yang dibacakana wakil bupati

Menurut penelusuran newguinea.com, pada 21 Juli 2022, Masyarakat Hukum Adat Grime Nawa telah melakukan musyawarah adat Daerah Grime Nawa di Kantor Dewan Adat Suku Namblong sekaligus Dewan Adat Daerah (DAD) Grime di Nawa Kampung Nimbokrangsari, Distrik Nimbokrang Kabupaten Jayapura. Keputusannya,  ada sekitar 100 pimpinan adat dan tokoh perempuan dari wilayah Grime Nawa meminta Bupati Kabupaten Jayapura, mencabut izin lokasi dan izin lingkungan perusahaan sawit, PT Permata Nusa Mandiri (PNM).

Dalam berita acara yang ditandatangani para peserta musyawarah adat itu, mereka juga mendesak Bupati Awoitauw merekomendasikan pencabutan izin-izin lain seperti izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU).

Musyawarah adat ini menyusul ada laporan terbaru Greenpeace Indonesia menyebutkan PNM kembali membuka lahan di Lembah Grime Nawa. Penyelidikan Greenpeace merekam operasi perusahaan dengan alat-alat berat di lokasi termasuk enam ekskavator dan kendaraan perusahaan lain 5 Juli 2022.

“Rekaman video kami menunjukkan ekskavator perusahaan masih bekerja enam bulan setelah pengumuman Presiden Jokowi (Joko Widodo) dan pembatalan izin pelepasan kawasan hutan perusahaan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Pemilik perusahaan abai terhadap perintah presiden, menteri, hukum lingkungan dan hak atas tanah adat,” kata Sekar Banjaran Aji, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia seperti yang dilansir Mongabay.com pada 6 Februari 2022.

Sebelumnya, awal 2022, perusahaan juga membuka hutan lebih 70 hektar. Pembabatan hutan ini menuai kontroversi karena hanya beberapa hari setelah Jokowi mengumumkan pencabutan izin sejumlah perkebunan sawit, termasuk izin pelepasan kawasan hutan PMN.

Pada hari sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengumumkan pencabutan izin pelepasan kawasan hutan berbagai perusahaan, termasuk PNM.

Aktivitas perusahaan kala itu langsung menuai protes dari masyarakat adat Suku Namblong. Masyarakat adat Namblong melalui Dewan Adat Suku (DAS) Namblong dan Organisasi Perempuan Adat (Orpa) Namblong mendesak Pemerintah Jayapura menghentikan aktivitas perusahaan ini. Izin-izin terbit di wilayah ini tanpa sepengetahuan seluruh pemilik ulayat.

Merespon desakan masyarakat adat ini, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DMPTSP) menyurati perusahaan agar berhenti aktivitas di wilayah izin sampai ada klarifikasi KLHK.

Setelah sempat berhenti, kini perusahaan kembali beraktivitas. Laporan Greenpeace diperkuat dengan foto citra satelit menunjukkan aktivitas perusahaan pada awal tahun dan minggu pertama Juli 2022.

Hukum Adat Grime Nawa akan kembali lagi pada 21 September 2022 untuk, menerima keputusan pemerintah.

Sampai berita ini ditulis, pihak perusahaan belum sempat ditemui. Walau begitu, ada kabar, bahwa kalau jin-ijin dari PT PNM dicabut, phak perusahaan ini akan menggugat. Betul kah ? (Vihky Done/Kris A)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here