Beranda K-AMAN VI Tiyaitiki dari Dafonsoro Utara, Warnai Workshop Perempuan AMAN

Tiyaitiki dari Dafonsoro Utara, Warnai Workshop Perempuan AMAN

427
0
BERBAGI
Perempuan Adat Dafonsoro Utara

Tiyaitiki atau larangan menagkap ikan atau pengumpulan segala jenis biota laut yang berada dalam kawasan terumbu karang atau ref sebagai sumber kekayaan masyarakat adat pesisir Tanah Merah.

SENTANI, NGK – Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dari berbagai region yang ada seluruh Indonesia menggelar kegiatan yang bertemakan Arena Pemenuhan Dan Perlindungan Hak Kolektif Perempuan Adat Dalam Kebijakan Di Indonesia, bertempat di Horex Hotel, Kamis (20/10).

Hajatan perempuan adat nusantara ini diwarnai dengan atraksi ritual adat dari mama-mama asal Dafonsoro Utara. Ritual adat ini oleh pemandu menyebutkan nama Tiyaitiki atau sasi yang mengkisahkan tentang larangan menagkap ikan atau pengumpulan segala jenis biota laut yang berada dalam kawasan terumbu karang atau ref sebagai sumber kekayaan masyarakat adat pesisir tanah merah.

Tiyaitiki  atau sasi ini biasanya dilakukan dalam rangka menghormati seorang tokoh adat atau kepala suku atau ondoafi dan bisa juga dalam pesta dat seperti pengukuhan kepala suku. Kegiatan pelarangan dan pencabutan larangan ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan atau satu tahun.

Teluk Tanah Merah (Foto: Krist)

Proses pencabutan larangan ini hanya dapat dilakukan oleh seorang kepala keret atau marga pemilik kawasan tersebut yang identik dengan halam rumah mereka,”ujar pemandu ketika menjelaskan arti ritual adat perempuan ini kepada peserta perempuan adat nusantara yang hadir dalam kegiatan tersebut (baca : www.newguineakurir.com – “Menjaga Perairan Teluk Tanah Merah Dengan Tiyaitiki”)

Ketua Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Devy Anggrainy mengatakan tari tarian seperti ritual adat yang dipentaskan ini merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki perempuan adat di kampung yang terus dijaga dan dilestarikan sekaligus diwariskan kepada generasi penerus.

Ïni suatu momentum yang menurut kami bersejarah, baru saat ini kami bisa ada di Papua berkumpul secara lengkap dengan tujuh region dengan perempuan-perempuan adat di papua khususnya di wilayah adat Tabi yang penuh dengan beragam dan keunikan serta keterampilan yang ada. Ini PR yang sebenarnya sudah lama kami ingin ke Papua dan hari ini terjawab. Terimakasih kepada mama-mama dan kakak-kakak di Papua khususnya di wilayah adat Tabi sebagai tuan rumah yang telah menerima kami,”ujarnya dalam sambutan yang dihadiri langsung oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE,. M,Si.

Workshop kata Devy merupakan bengkel dimana membcarakan tentang perlindungan dan pemenuhan kepada perempuan adat teruama berbicara soal hak kolektif, karena hampir tidak pernah dibicarakan dalam berbagai ruang.

Untuk itu hak perempuan adat menjadi penting karena perempuan adatlah yang memainkan peran dalam segala sektor pembangunan di wilayah kampung adat.

Penekanan lainnya juga dikatakan ibu Kristino Sawa dari Samdhana Institut mengatakan bahwa perempuan adat sejatinya harus mengisi kedaulatan kampung-kampung adat dengan cara membangkitkan semangat kebersamaan dan kerja sama kolektif seluruh elemen perempuan adat di tanah air.

“”Perempuan adat akan kuat jika selalu bekerja sama, jika kita bekerja sendirian kita tidak akan kuat. Dan sebagai perempuan adat di dunia ini, secara khususnya di Indonesia seperti dalam himne AMAN mengajak untuk bersatu itu artianya sesuatu yang akan kita tuju dan Indonesia ini tidak akan kuat tanpa adanya perempuan dan kerja sama, dan idak ada masa depan tanpa kita di dalamnya,”pungkasnya.

Sementara itu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE,. M,Si memberikan apresiasi karena pertemuan langka di Indonesia tapi juga di Tanah Papua.

“Saya berikan apresiasi karena ini pertemuan langka di Indonesia tapi juga di tanah papua, dimana perempuan-perempuan adat yang hebat ada di sana. Unik, kita datang dari berbagai latar belakang agama, budaya dan apapun untuk sebuah harapan dan perjuangan perempuan-perempuan adat,” kata Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.

Mathius Awoitauw mengatakan, Papua dalam kewenangan Otsus ini butuh peran perempuan adat untuk bagaimana mengisinya, juga d daerah lainnya dengan berbagai regulasi dan kebijakan-kebijakannya untuk peran perempuan adat membangun kampung atau daerahnya.

“Simbol kekuatan perempuan di Papua, bisa dilihat dalam prodak noken yang dirajut oleh perempuan hebat. Ini ibarat kehidupan. Segala sesuatu ada dalam noken, dia transparan. Noken itu kuat dan bisa isi barang di dalamnya. Noken semakin diisi semakin dia melebar, satu putus dia akan mempengaruhi semua. Ini gambaran motto dalam Perempuan AMAN untuk menjandi simbol persatuan dan kesatuan dari berbagai latar belakang apapun menuju kehidupan yang menjanjikan untuk masa depan yang akan datang,” ungkap Mathius Awoitauw.

Terkait dengan pengakuan wilayah adat di Kabupaten Jayapura yakni kodefikasi 14 kampung adat yang sudah mendapatkan kodefikasi, juga sudah ada pemetaan wilayah adat, hutan adat yang sudah dipetakan, memberi kepastian ruang kelola yang memang harus diakui oleh negara.

“Pengakuan wilayah adat ini penting karena tidak bisa cerita saja, lama-lama cerita ini hilang dan bisa menjadi sumber konflik. Oleh karena itu harus didokumentasikan baik untuk generasi penerus. Kedepan ini harus dikelola dan diisi. Saya lihat yang bisa lebih banyak mengelolah itu adalah perempuan-perempuan adat kita,”pungkasnya. (KA/MC-KMAN)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here