Beranda MIMIKA Menceritakan Sejarah Mimika Lewat Foto

Menceritakan Sejarah Mimika Lewat Foto

63
0
BERBAGI
Bupati Mimika, Johannes Rettob menunjuk salah satu foto yang ditampilkan dalam Mimika Photo Eksibition 2025 yang dilakukan Pewarta Foto Indonesia (PFI) di Lantai 2 Diana Mall Timika, Jumat (10/10/2025).

TIMIKA (12/10/25), NGK – Merekam Jejak Mimika. Begitulah tema yang ditampilkan dalam Mimika Photo Eksibition 2025 yang dilakukan Pewarta Foto Indonesia (PFI) di Lantai 2 Diana Mall Timika, Jumat (10/10/2025).

Pameran foto ini disponsori Pemkab Mimika, PT Freeport Indonesia, YPMAK dan Diana Mall.

Ada sekitar 100 foto yang menceritakan tentang perkembangan daerah Mimika. Penampilan foto-foto itu telah menggugah Bupati Mimika, Johannes Rettob untuk mengisahkan kembali perjalanan pemerintahan yang kini dipimpinnya bersama Wakil Bupati, Emanuel Kemong.

Bupati Mimika Johannes Rettob menceritakan, di tahun 1923, tanah ini pernah didatangi misionaris dari Belanda, bahkan sebelum tahun 1900. kedatangan misionaris pada masa itu dikenang dengan pemberian nama sekolah Le Cocq d’Armandville. Nama ini diambil dari nama Pastor Lecock D Armanville

Wakil Bupati Emanuel Kemong ketika melihat salah satu foto pada Mimika Photo Eksibition 2025.

“Saya dan Pak Wakil Bupati Emanuel Kemong, kami semua  tamat sekolah dari sekolah ini (Le Cocq d’Armandville, Red.),” kenang Bupati Rettob.

Bupati melanjutkan ceritanya, “ketika itu, penduduk di Mimika hanya masyarakat Suku Amungme dan Suku Kamoro,” ungkapnya.

Setelah itu, di tahun 1927 adalah masa perintisan, sampai di tahun 1939 dan 1941 masa-masa di mana wilayah Mimika dikuasai sekutu Jepang. “Masih ada bekas perang dunia ke II,” ujarnya.

Pada pameran foto ini, juga ditampilkan foto Asrama putri VS, VVS dan SKP di Kaokanao tahun 1940an, dan juga foto Kapal Misi Katolik KM Stella Maris. Foto ini arsip milik Marthin Maturbongs.

“Sesudah itu Belanda kuasai kita sampai 1961, dan 1962 pemerintah Indonesia masuk,” kenangnya.

Bupati Mimika melihat foto-foto yang merekam jejak pemerintahan di Mimika.

Di tahun 1969, banyak tenaga guru yang datang ke Mimika untuk mengajar, guru-guru dari Pulau Jawa, dan sampai kini kata bupati, masih ada anak cucunya yang tinggal di Mimika. Di tahun itu juga, dilaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).

Bupati melanjutkan, di tahun 1964, mendiang Mozes Kilangin yang namanya kini diabadikan menjadi nama bandara, menjadi perantara dengan PT Freeport (dulu disebut Bechtel-McCone).

Bersama Mozes Kilangin, ada Yosep Renwarin yang menjadi penerjemah Bahasa Inggris kepada pihak perusahaan dan Mosez Kilangin menjadi penerjemah Bahasa Amungme untuk masyarakat.

“Dipusatkan di Timika pantai, ada lapangan terbang, kemudian dipindahkan ke sini (Timika, Red.). Saya juga hadir di sini pakai celana pendek pegang bendera sambil melambai-lambaikan bendera,” kenang Bupati.

Di pameran ini juga ada foto foto dokumentasi PT Freeport Indonesia tentang landasan Bandara Mozes Kilangin Timika saat awal beroperasi pada tahun 1973.

Di awal, daerah ini hanya merupakan sebuah kecamatan bernama Kecamatan Mimika yang masuk ke Kabupaten Fakfak. Kemudian menjadi Kecamatan Mimika Agimuga. Pada masa itu, di wilayah itu banyak gereja Katolik di sana.

Bupati Mimika Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emanuel Kemong pada pembukaan Mimika Photo Eksibition 2025.

“Dulu semua berpusat di Kaokanao. Saya dengan pak wakil bupati sama-sama dari SMP Kaokanao jadi kita dua tau betul,” kenangnya.

Masih di Kabupaten Fakfak, kemudian dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Mimika Barat di Kaokanao dan Mimika Timur di Mapuru Jaya. Kemudian Kecamatan Agimuga.

“Dulu Irian Barat, berubah jadi Irian Jaya waktu presiden resmikan bandara Mozes Kilangin,” ungkap Bupati Rettob.

Setelah kecamatan itu dibentuk, kemudian di tahun 1989 dibentuk Kantor Pembantu Bupati sampai tahun 1999.

“Sesudah Kantor Pembantu Bupati 1999, Mimika menjadi kabupaten administrasi, Bupati Potereyauw menjadi bupati pertama dengan SK undang-undang 1945, yang ditetapkan 4 Oktober,” jelas bupati.

Lalu, Mimika kini merayakan hari jadi setiap tanggal 8 Oktober, karena pada waktu itu, setelah SK kabupaten administrasi, bupati dilantik pada 8 Oktober di Lapangan Mandala Jayapura oleh Gubernur saat itu.

“Itu masa-masa sulit. Dulu, Timika tidak ada Mall seperti Diana Mall. Untuk ke Timika, kami menggunakan perahu dari Kaokanao lalu jalan kaki sampai di dini,” kenangnya.

Bupati Rettob juga menceritakan Yohanis Kapiyau yang menjadi guru, dan pernah menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) Provinsi Irian Barat dari tahun 1963 hingga 1971.

Bahkan, kakeknya sendiri datang ke Mimika sejak tahun 1923, dan ayahnya juga menyusul di tahun 1939. “Jadi kita tahu persis kabupaten ini,” ucapnya.

“Kenapa nama ini Timika? Karena namanya dipindah dari Timika Pantai ke sini. Ini perjalanan singkat daerah ini,” katanya.

Bermula dari Kaokanao

Sejak 1927, Kaokanao dikenal sebagai pusat perwakilan pemerintahan Belanda, pusat perkabaran Injil melalui misi Katolik, dan pusat pendidikan formal.

Pada 27 Mei 1928, Pastor J Aerts dan Pastor F Kowatzki ke Kaokanao, Kabupaten Mimika, Papua. Kedua pastor asal Belanda ini tak hanya membawa misi Katolik dari Langgur Key ke wilayah selatan Papua. Mereka juga membawa dua guru pertama untuk misi dan pelayanan pendidikan di Kaokanao.

Kedua pastor ini datang membawa dua guru asal Key ke Kaokanao, yaitu Benediktus Renyaan dan Christianus Rettob. Mereka tiba di Kaokanao pada 1927. Guru Benediktus Renyaan ditempatkan di Kaokanao, sedangkan guru Christian Rettob ditempatkan di Migiwia. Dua guru ini kemudian membuka Bescaving School (Sekolah Peradaban). Sekolah peradaban tersebut tak langsung mengajarkan pendidikan formal kepada anak-anak di Kaokanao.

Sekolah itu mengajarkan hal sederhana, seperti mengumpulkan masyarakat dari masing-masing taparu (klan atau suku) untuk bergabung dalam satu kampung. “Diajarkan mengenai kebersihan seperti mandi, mencuci tangan, dan menghitung dari angka 1 sampai 10. Untuk membaca belum diajarkan. Guru-guru asal Key yang didatangkan ke Kaokanao mengajarkan dengan penuh kesabaran dan tanpa pamrih dan terus beradaptasi dengan adat dan istiadat masyarakat.

Bupati Mimika Johannes Rettob ketika menggunting pita selubung Mimika Photo Eksibition 2025.

Dengan pameran foto bertajuk Merekam Jejak Mimika ini, membuat Bupati Rettob memberiapresiasi kepada PFI Timika yang telah menginisiasi melaksanakan pameran foto sejarah ini.

“Saya tantang PFI cari foto lama-lama ini, andaikan bisa dapat kita buat museum untuk mengenang sejarah Mimika dari masa ke masa,” katanya.

Ketua Panitia Mimika Exhibition Photo 2025, Joseph Situmorang menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk mengarsipkan sejarah, budaya, dan menampilkan visual transformasi pembangunan Mimika dari masa ke masa, serta meningkatkan kesadaran pelestarian sejarah lokal.

Juga untuk mengedukasi masyarakat lintas generasi agar lebih mengenal dan mencintai daerahnya, menumbuhkan rasa bangga dan memperkuat semangat kebersamaan dalam membangun Mimika.

Ia berharap kegiatan pameran ini bisa menjadi agenda berkelanjutan agar setiap perjalanan Mimika bisa terus terdokumentasi dan diwariskan kepada generasi mendatang.

“Foto lebih dari sekadar gambar; ia adalah saksi sejarah dan alat edukasi yang menyampaikan pesan perjuangan, kemajuan, dan semangat kebersamaan,” ujar Joseph Situmorang.

Sementara Ketua PFI Timika, Sevianto Pakiding mengatakan, melalui pameran ini, pihaknya mengajak masyarakat Mimika untuk melihat kembali perjalanan daerah ini, yang telah melalui proses panjang transformasi hingga menjadi salah satu pusat pertumbuhan di Tanah Papua.

Pewarta Foto Indonesia menghadirkan arsip visual yang juga merupakan warisan sejarah. (tob/ka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here