Beranda MIMIKA Panitia Rekonsiliasi Harus Saling Membantu dan Jangan Menuntut Honor

Panitia Rekonsiliasi Harus Saling Membantu dan Jangan Menuntut Honor

80
0
BERBAGI
Steering committee Panitia Rekonsiliasi Umat Katolik dari Suku Amungme, Emanuel Kemong yang juga Wakil Bupati Mimika ketika memberikan arahan.

TIMIKA (29/10/25), NGK –  Steering committee Panitia Rekonsiliasi Umat Katolik dari Suku Amungme, Emanuel Kemong yang juga Wakil Bupati Mimika, terus memberikan perhatian serius untuk kerja-kerja panitia rekonsiliasi.

Rapat ke-2, Panitia Rekonsiliasi Umat Katolik dari Suku Amungme.

Hal ini, terbukti pada pertemuan tim rekonsiliasi di Aula Bobaigo Keuskupan Timika pada Rabu (29/10/2025),  Emanuel Kemong mengecek dan mengingatkan panitia rekonsiliasi untuk merencanakan dengan baik, termasuk konsumsi, transportasi dan semua kegiatan harus didata kebutuhannya dengan rinci.

Selain itu, dalam pertemuan itu, Emanuel Kemong menekankan kepada semua panitia agar tidak menuntut honor dalam menjalankan tugas kepanitiaan. Semua panitia harus saling bantu-membantu agar pelaksanaan rekonsiliasi ini dapat sukses.

Peserta rapat.

“Pekerjaan ini benar benar untuk kepentingan bersama masyarakat Amungme. Jangan sampai setelah kegiatan ada yang minta bayar, itu tidak boleh,” tegas Emanuel Kemong yang hadir dalam pertemuan itu sebagai Steering committee Panitia Rekonsiliasi Umat Katolik dari Suku Amungme, Dekenat Mimika Agimuga, Papua Tengah.

Semua persiapan panitia ini dilakukan lantaran umat Katolik dari Suku Amungme, akan menggelar rekonsiliasi pada tanggal 3 hingga 5 Desember 2025.

Rekonsiliasi ini dilakukan untuk memulihkan hubungan yang kurang bersahabat antara manusia dengan sesamanya, antar manusia dengan alam semesta, manusia dengan diri sendiri dan memulihkan hubungan dengan Tuhan.

Menyadari pentingnya rekonsiliasi itu sehingga Emanuel Kemong, putra Amungme yang saat ini menjabat Wakil Bupati Mimika, harus terlibat untuk mendorong dan memfasilitasi panitia dalam perencanaan dan pelaksanaan rekonsiliasi.

Pater Ibrani Gwijangge (kaos putih) bersama panitia lainnya.

Sementara itu, Pater Ibrani Gwijangge yang juga putra Amungme menjelaskan tentang tujuan dari rekonsiliasi ini untuk memperbaharui diri terutama memperbarui iman. “Ada berbagai dosa yang mengganjal persoalan iman sehingga dengan rekonsiliasi ini kita membersihkan diri supaya hidup kedepan, terutama generasi muda bisa bertumbuh baik, sekolah baik dan iman juga dapat bertumbuh baik,” ujar Pater Ibrani Gwijangge.

Soleman Itlay yang diberi tugas oleh Uskup Timika untuk mendampingi panitia rekonsiliasi

Pada pertemuan itu, Soleman Itlay yang diberi tugas oleh Uskup Timika untuk mendampingi panitia rekonsiliasi menjelaskan, rekonsiliasi yang akan dilakukan itu untuk membersihkan diri. “Jadi rekonsiliasi itu, pemulihan diri dan bagaimana membersihkan diri,” kata Soleman Itlay.

Lebih lanjut Soleman menjelaskan,  rekonsiliasi ini sama seperti orang mau mengobati luka supaya sembuh.

“Jadi rekonsiliasi ibarat  bagaimana orang mau membersihkan kali. Jadi kali itu dari mata air ke muara harus jalan bagus. Tapi di tengah-tengah ada sedimentasi yang harus dibersihkan supaya air itu dia mengalir lurus, deras tanpa keluar di tengah jalan. Terus kalau mata air bersih, maka di bagian muara juga bersih. Jadi rekonsiliasi itu, bagaimana kita lakukan pemulihan diri. Bagaimana membersihkan luka-luka yang lama, luka-luka yang kotor di tubuh harus kita bersihkan,” ungkap Soleman Itlay.

Keseriusan peserta rapat untuk mempersiapkan rencana rekonsiliasi Umat Katolik dari Suku Amungme.

Dikatakan juga, rekonsiliasi itu bukan sesuatu yang baru. “Kita lihat orang Israel. Dari Mesir keluar ke tanah Kanaan. Waktu keluar itu, Tuhan sudah janjikan harus ada proses rekonsiliasi,  di mana orang Israel membunuh domba lalu darahnya itu gosok di pintu di tempat-tempat keramat di tikungan sampai seterusnya, lalu Tuhan menjanjikan kepada Musa bahwa Bangsa Israel tidak akan kesusahan makanan sepanjang jalan. Tapi mereka berbuat salah lagi. Berbuat dosa segala macam seperti hubungan badan di hutan. Tuhan melarang orang harus berhubungan badan di luar,” kata Soleman.

Soleman terus memberikan penjelasan,  ketika Bangsa Israel sampai di Gunung Sinai mereka bikin perjanjian. Jadi 10 hukum itu murni lahir dari rekonsiliasi antara Allah dengan orang Israel. Itu dalam kontes teologis.

Dijelaskan juga, dalam konteks antropologis, orang di Papua, termasuk orang Amungme, kalau sakit biasa itu bunuh babi lalu mulut dan tangan babi itu diikat. Setelah itu, Babi mati, babi dibelah dan akan diperiksa supaya orang yang sakit itu bisa sembuh. Ini pendekatan rekonsiliasi dalam konteks antropologi.

Panitia siap saling bantu-membantu untuk kerja dan kerja agar pelaksanaan rekonsiliasi ini dapat sukses.

Soleman Itlay juga mengatakan,  Yesus Kristus itu sebagai tokoh rekonsiliator. Dia punya tujuan itu untuk menebus dosa manusia. Jadi tujuan rekonsiliasi membawa perdamaian. “Kita sekarang itu umat kristen di dunia ini berpusat pada pusat ke karya keselamatan. Untuk itu, umat Katolik dari Suku Amungme melakukan rekonsiliasi sebagai sakramen pengampunan dosa yang memulihkan hubungan dengan Allah yang telah rusak akibat dosa,” kata Soleman Itlay.

Direncanakan pada 2 Desember 2025, akan dilakukan rekonsiliasi untuk pengakuan dan pengampunan. Dan tanggal 3 Desember, Uskup Timika akan memimpin Misa Perayaan Ekaristi di Agimuga. Lalu tanggal 4 Desember, Uskup menandatangani prasasti rekonsiliasi.

Untuk itu, Emanuel Kemong mengajak semua panitia saling bantu-membantu untuk kerja dan kerja agar pelaksanaan rekonsiliasi ini dapat sukses. (tob/ka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here