Hal hidup masyarakat adat mulai tergilas. Untuk itulah, Pemerintah Daerah diharapkan untuk melaksanakan tiga Perdasi yang memproteksi hak hidup masyarakat adat.
JAYAPURA, NGK – Anggota DPR Papua dari jalur pengakatan 14 kursi, Yonas Anfons Nusi mengharapkan agar tiga Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang didorong oleh DPR Papua mampu memproteksi hak-hak ulayat masyarakat adat di Tanah Papua.
Tiga Perdasi itu adalah : Perdasi Nomor 6 Tahun 2020 tentang perlindungan dan pengembangan pangan lokal, Perdasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, dan Perdasi Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan Masyarakat Hukum Adat.
Menurut Anggota Komisi A DPR Papua Yonas Nusi, bahwa berbagai kasus terus menghantui keberadaan masyarakat adat di Papua. Tanahnya dirampas, sumbur pangannya hilang dan wilayah adat diperairan diserang pengusaha bermodal besar. Akibatnya, masyarakat adat mulai tersingkir dari habitatnya. Hal inilah yang mendorong DPRP untuk membuat Perdasi untuk melindungi masyarakat adat. Dan peraturan ini harus dipatuhi oleh siapapun.
“Berbagai investor yang masuk ke Tanah Papua, harus mematuhi Perdasi ini. Perdasi ini menjadi perlindungan dan harapan masyarakat adat, “kata Yonas Nusi jumat,(28/7/2023)
Lanjut Yonas Nusi, Investasi yang hadir di Tanah Papua, baik Itu perkebunan Kelaspa Sawit , Kayu , Tambang serta sektro perikanan wajar-wajar saja. Namun perlu diingat, setiap wilayah yang di masuki ada masyarakat adat yang menetap sehingga perlu memberikan kontribusi dan mengahargai mereka sebagai pemiluk ulayat.
“kita tidak boleh lagi mengulangi kesalahan yang terjadi di beberapa daerah. Kita tidak menolak pihak pengusaha berinvestasi di Papua. Tetapi investasi yang mencederai masyarakat adat telah membuat masyarakat adat resah. Untuk itulah Perdasi ini perlu di dorong menjadi peraturan yang berlaku di seluruh Papua,” katanya.

Sebelumnya John Gobai, anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua mengatakan, Perdasi yang disosialisasikan itu, sesuai Pasal 67 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonimi Khusus (Otsus) Papua, masyarakat dapat melakukan pengawasan sosial.
Untuk itulah, sosialisasi penting agar LSM atau aktivis, dan masyarakat adat, dapat ikut mengawasi, mendorong dan mendesak Pemprov Papua untuk melaksanakan Perdasi yang telah ditetapkan. Sebab, ketiga perdasi itu berkaitan erat dengan keberadaan masyarakat adat.
Namun sejak Perdasi ini disahkan, hingga kini belum diberlakukan oleh Pemprov Papua. Padahal mestinya, sejak Perdasi itu ditandatangani sudah dinyatakan sah.
“Kami menyosialisasikannya kepada masyarakat, LSM dan aktivis agar mereka ikut mendorong Perdasi itu dilaksanakan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Isi tiga Perdasi ini mengandung hal-hal mendasar orang asli Papua. Apa yang menjadi amanat Undang-Undang Otsus, yang rohnya adalah perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam Perdasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, mengamanatkan mendorong pembentukan Badan Urusan Masyarakat Adat di tingkat provinsi. (nesta/NGK)