Bagaimana dengan bentuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa?
JAYAPURA, NGK – Setiap tanggal 23 Juli di Indonesia selalu diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Di Papua Papua tahun 2024 ini, dipusatkan di Istora Papua Bangkit, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura.
Ketika semua pihak merayakan hari anak ini, ada lebih dari 620 ribu anak asli di Papua yang putus sekolah.
“Saya hanya mau kasih ingat, bahwa di seluruh wilayah Papua ini ada lebih dari 620.000 orang penduduk usia sekolah yang tidak sekolah,” kata Dr. Agus Sumule Dosen Universitas Papua, seperti yang dilansir Tribun-Papua.com Selasa (17/10/2023).
Sungguh sebuah paradoks. Sebab, tujuan peringatan HAN adalah sebagai bentuk penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa. Sementara itu, uang di bidang pendidikan cukup banyak, tapi ribuan anak putus sekolah.
Jadi, HAN ini untuk mendorong penyelesaian berbagai permasalahan seperti anak putus sekolah, kekerasan, perkawinan anak, anak berhadapan dengan hukum, dan lainnya guna mewujudkan generasi yang tangguh dan berkualitas.
Tema pelaksanaan HAN ke-40 Tahun 2024 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan subtema yang disesuaikan dengan isu-isu anak terkini dan relevan.
Tema dan subtema yang diusung ini diharapkan dapat memperkuat komitmen kita bersama untuk terus memberikan perlindungan dan memastikan pemenuhan hak anak-anak Indonesia dalam menghadapi berbagai persoalan yang terus berkembang di tengah masyarakat.
Lalu, bagaimana dengan Papua ?
Akademisi Universitas Papua, Dr Agus Sumule khawatir, lebih dari 620 ribu anak asli Papua yang putus sekolah akan menjadi penyumbang penyakit sosial di masa yang akan datang.
“Pemerintah agar bergerak aktif mencari solusi, kalau lambat, kualitas sumber daya manusia (SDM) Papua akan menurun,” kata Agus mengingatkan.
Menurut Sumule, hampir di setiap jenjang pendidikan ditemukan adanya ratusan ribu generasi muda asli Papua yang putus sekolah.
Berdasarkan data ia peroleh, jenjang SD ada 244.796 orang putus sekolah, SMP 224 orang, SMA 328 orang, dan SMK 151.603 orang. “Miris sekali melihat angka-angka ini,” ujarna.
Padahal, lanjut Sumule, UUD 1945 Pasal 31 mengamanatkan tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan Pendidikan.
Melihat kondisi masyarakat hari ini, sambung Sumule, sudah jelas ini merupakan kasus pelanggaran HAM luar biasa terhadap masyarakat Papua. “Ini pelanggaran HAM yang luar biasa karena bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945,” tegas dia.
Ia menyebut masalah ini akan menjadi bom waktu bagi negara, juga penghancuran masa depan generasi muda Papua. (Krist Ansaka)