Jayapura (NGK) – Status Indeks Pembangunan (IPM) di Papua, terendah dari seleuruh provinsi di Indonesia. Itu berarti, Dana Otsus yang Triliun rupiah itu, tidak dapat berkonteribusi dalam pembangunan manusia Papua.. Hal ini terjadi karena penguasa di Papua tidak mampu kemampuan manajerial untuk mengatur Otsu situ. Jadi bukan Otsus yang gagal tapi Penguasa di Papua yang gagal.

Data IPM dari BPS 2020, ini bisa tambahan amunisi buat kampanye. selain soal disparitas antara Jakarta dan Papua misalnya, yang menegaskan ketimpangan begitu nyata.
Angka IPM di tiap2 provinsi bisa dikomparasi dengan misalnya pengerukan SDA yang massif yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan dan lain2, ternyata nggak linier dengan pembangunan manusia di wilayah tersebut.

Bahkann luasan kebun sawit atau tambang ternyata nggak berkontribusi besar dalam pembangunan manusia di wilayah tersebut.
Menanggapi hal itu, salah satu tokoh masyarakat Sentani, Kristian Epa menyatakan, pemerintah tadinya berharap pelaksanaan otonomi khusus di Papua dalam dua dasawarsa akan menghasilkan kemajuan pesat di sana.
“Tapi apa yang terjadi hari ini? Papua adalah daerah yang paling miskin dan bahkan kemiskinannya itu, jika dengan standar nasional, kemiskinannya tiga kali lipat di Papua 27 persen (tingkat) kemiskinannya, di nasional tujuh persen” Kristian Epa
Kristian Epa memberi contoh, pelaksanaan otonomi khusus itu kini tidak sesuai dengan undang-undang. Contohnya undang-undang soal alokasi dana otonomi khusus di sektor pendidikan sebesar 30 persen dan 15 persen di bidang kesehatan. Tapi kenyataannya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua adalah yang paling rendah di Indonesia.
Epa menekankan, pemerintah jangan lagi memusatkan perhatian pada pembangunan infrastruktur di Papua, namun yang lebih penting adalah pembangunan kualitas sumber daya manusianya. “Saya curiga infrastruktur itu hanya bermanfaat bagi para pemodal yang ingin mendapatkan akses ke sumber-sumber ekonomi di Papua,” kata Kristian Epa. (krist Ansaka)