Presiden Joko Widodo Diminta Berikan Atensi Atas Kasus Kematian Budayawan Papua ini
MANOKWARI, NGK – Sudah 38 tahun, sejak 26 April 1984, Arnold Clemens Ap budayawan Papua dan mantan kurator Museum Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura, dibunuh. Motif pembunuhannya belum terungkap. Peristiwa kematian dari pendiri dan pentolan Grup Mambesak ini masih jadi teka teki, siapa dalang di balik kematiannya.
Untuk itu, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy mendesak pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera menyelidiki kematian Arnold Ap bersama rekannya, Eduard Mofu dan penyelesaian kasus ini secara bermartabat di Indonesia, sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum dan demokrasi.
Desakan ini disampaikan melalui keterangan pers LP3BH Manokwari yang disampaikan kepada media massa, termasuk newguineakurir.com (NGK) pada 6Mei 2022. Dalam keteragan pers itu disebutkan, Ap yang juga salah satu budayawan kharismatik asli Papua itu ditemukan mati dan jenasahnya terapung di air laut di tepi Pantai Pasir Enam, Jayapura, Papua.
Selain desakan kepada Komnas HAM, LP3BH Manokwari memohon, meminta dan mendorong Presiden Joko Widodo beserta jajaran pemerintahan untuk memberikan atensi atas kasus kematian budayawan Papua Arnold Ap.
“Kami meminta dan mendorong Presiden Joko Widodo beserta jajaran pemerintahan untuk memberikan atensi atas kasus kematian budayawan Papua Arnold Ap. Atensi atas kasus Arnold Ap itu termasuk mendengar suara rakyat Papua dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai wadah bagi penyelesaian sejarah kelam kekerasan masa lalu di Tanah Papua demi menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy kepada NGK dari Manokwari, Papua Barat.
Menurut informasi yang dihimpun oleh Divisi Informasi dan Publikasi LP3BH Manokwari, bahwa Arnold Ap, salah seorang budayawan kharismatik putra asli Papua, ditemukan meregang nyawa dan jasadnya terapung di bibir Pantai Pasir Enam, Jayapura, Papua. Almarhum diduga dihabisi secara kilat (summary execution) oleh sekelompok prajurit TNI dari Kesatuan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) (kini, Kopassus).
“Kabarnya Arnold Ap dan Eduard Mofu bersama beberapa rekannya ‘diskenariokan’ untuk melarikan diri dari tahanan Komando Daerah Kepolisian atau Kodak Irian Jaya (kini Polda Papua) menuju Papua New Guinea, negara tetangga. Rencana pelarian menggunakan perahu bermotor tempel dan ada yang akan menjemput di Pantai Enam,” ujar Warinussy.
Naas, setiba Pantai, Enam perahu yang akan menjemput tak tampak tetapi perahu lain yang diduga bermuatan anggota Kopassandha. Rentetan tembakan diarahkan ke Arnold Ap dengan teman-temannya. Tubuh Arnold dan Eduard Mofu rubuh lalu maut menjemput. “Saya sedih sekali. Saat itu saya masih sebagai salah satu mahasiswa Uncen. Saya lihat dari dekat jenazah rekan Arnold Ap ketika jenazahnya diantar oleh anggota militer ke kediaman Almarhum di Jalan Raya Abepura, depan kampus Uncen,” kata Warinussy.
Menurut Warinussy, insiden kematian Arnold Ap dan Eduard ‘Edu’ Mofu benar-benar membekas dalam memori kolektif penderitaan orang asli Papua (memoria passionis) hingga saat ini. Karena itu, sesuai amanat hukum dalam konsideran menimbang huruf e dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, kematian kedua intelektual asli Papua tersebut merupakan bagian dari catatan dugaan pelanggaran HAM pada sejarah masa lalu di tanah Papua yang mesti diungkapkan.
Siapa Arnold Clemens Ap? Merujuk wikipedia.org, Arnold Ap, 1 Juli 1945–26 April 1984 adalah budayawan, antropolog, dan musisi Papua Barat. Arnold merupakan ketua grup Mambesak dan kurator Museum Uncen. Ia juga memperkenalkan budaya Papua dalam acara radio mingguan yang diasuhnya.
Studi dan pementasan budaya dan musik Papua oleh Almarhum dipandang sebagai tantangan terhadap upaya Pemerintah Indonesia yang menggerus nasionalisme dan identitas Papua.
Pada waktu kematian Arnold Ap, pemerintah sedang berusaha keras menyatukan rakyat Indonesia di bawah pengaruh budaya Jawa.
Pada November 1983, ia ditangkap pasukan khusus militer Indonesia, lalu dipenjara dan disiksa atas dugaan menjadi simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) meski pada akhirnya tidak ada tuduhan yang ditetapkan. Pada April 1984, ia tewas akibat tembakan senjata api di punggungnya. Ada Kesaksian yang mengklaim, ia berusaha kabur dari penjara. Banyak pendukungnya percaya bahwa Arnold Ap dieksekusi militer . Musisi lain bernama Eddie Mofu juga tewas.
Musik masih menjadi sumber utama pemberontakan budaya di Tanah Papua . Arnold Ap dan Mambesak masih populer di Tanah Papua. Karya-karya mereka dipandang sebagai simbol identitas Papua. Sejak 1990-an, pemerintah Indonesia secara berhati-hati mulai mengizinkan ekspresi budaya pribumi Papua.
Menurut Danilyn Rutherford, Profesor Pembantu Antropologi Universitas Chicago, terbukanya akses ekspresi budaya merupakan bukti toleransi dan Bhinneka Tunggal Ikka, motto nasional Indonesia. (Krist)