Beranda Lingkungan Di Papua, Perlu Komitmen Bersama untuk Pengurangan Emisi Nasional

Di Papua, Perlu Komitmen Bersama untuk Pengurangan Emisi Nasional

565
0
BERBAGI

Papua menjadi salah satu provinsi bersama provinsi lainnya di Indonesia yang dilibatkan dalam program Folu Net Sink hingga 2030. Peluang ini harus mampu dimanfaatkan oleh Provinsi Papua yang memiliki peran strategis dalam memenuhi target capaian pengurangan emisi nasional yang akan berdampak positif dalam pengurangan emisi di Internasional.

JAYAPURA, NGK – Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Jan Jap Ormuseray, SH, M.Si menyatakan krisis lingkungan saat ini  terjadi dimana-mana dan berbagai negara berupaya menangani permasalahan lingkungan hidup itu. Berbagai isu –isu perubahan iklim kemudian menarik minat para penggiat lingkungan untuk kampanye tentang terganggunya bumi ini akibat ulah manusia  baik dari individu ataupun oleh corporate yang tidak bertanggung jawab.

Arahan Kepala Dinas ini disampaikan dalam arahannya pada Workshop Penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Indonesia’s Folu Net Sink 2030 Provinsi papua yang digelar di  Jayapura pada 7 Februari 2023.

 

Menurut Jan Jap Ormuseray, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan oleh aktifitas manusia menyebabkan peningkatan suhu dan perubahan iklim yang dampaknya terasa semakin kita rasakan. Dari hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa dampak negatif perubahan iklim dapat dikurangi dengan menjaga kenaikan suhu global tidak lebih dari 2°C. Pada COP21 yang dilaksanakan di Paris tahun 2015 silam, disepakati bahwa untuk menghindari dampak buruk perubahan iklim, tingkat emisi gas rumah kaca harus dikurangi serendah mungkin dan emisi mencapai nol (net-zero emission/ NZE).

Ormuseray  mengatakan, keterlibatan Indonesia sebagai upaya pencegahan krisis lingkungan khususnya dalam program mitigasi perubahan iklim sangat dibutuhkan oleh dunia. Indonesia yang memiliki wilayah hutan yang luas punya potensi besar bahwa Indonesia menjadi garda terdepan dalam penyelamatan kerusakan bumi akibat pengelolaann sumber daya di bumi yang tidak profesional terhadap keberlanjutan.

Keterlibatan Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim tidak hanya sebatas dituangkan dalam peraturan (dalam hal ini salah satu Peraturan yang ada yaitu Undang – undang nomor 16 Tahun 2016) Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), Bukan hanya Undang-Undang yang dilegalkan namun juga komitmen Indonesia bersama masyarakatnya agar undang–undang tersebut dapat diimplementasikan dengan baik agar kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia dapat dikendalikan. Dan komitmen dalam mitigasi perubahan iklim, sekali lagi bukan hanya milik Indonesia, tapi seluruh negara di Dunia.

Jan Jap Ormuseray menegaskan, Papua, merupakan salah satu provinsi terluas di Indonesia dan memiliki kawasan hutan yang luas di Indonesia tentu tidak berdiam diri untuk terlibat dalam mensukseskan program mitigasi perubahan iklim. Papua menjadi salah satu provinsi bersama provinsi lainnya di Indonesia yang dilibatkan dalam program Folu Net Sink hingga 2030. Peluang ini tentu harus mampu dimanfaatkan oleh Provinsi Papua yang memiliki peran strategis dalam memenuhi target capaian pengurangan emisi nasional yang akan berdampak positif dalam pengurangan emisi di Internasional.

Sektor Kehutanan, Pertanian dan penggunaan lahan lain serta sektor energi akan sangat menentukan arah yang akan dicapai pada tahun 2050. Skenario paling ambisius yaitu LCCP (Low Carbon Compatible with Paris Agreement), secara nasional Indonesia akan berubah menjadi net sink pada tahun 2030. Sektor FOLU diperkirakan akan terus meningkatkan net sink hingga tahun 2050. Sektor ini memiliki peran besar dalam upaya pencapaian target NZE nasional, terutama untuk mengimbangi emisi dari sektor-sektor yang sulit untuk dikurangi, seperti sektor energi. Dalam LCCP, tingkat kenaikan emisi sektor energi melambat sedangkan dari sektor lahan dan kehutanan (FOLU) yang sebelumnya merupakan net emitor, akan berubah menjadi net sink pada tahun 2030. Sektor FOLU diperkirakan akan terus meningkatkan net sink hingga tahun 2050.

Sektor ini memiliki peran besar dalam upaya pencapaian target NZE nasional, terutama untuk mengimbangi emisi dari sektor-sektor yang sulit untuk dikurangi, seperti sektor energi. Upaya signifikan untuk mengurangi emisi sektor FOLU dan mengubahnya menjadi net-sink pada tahun 2030 (dalam Skenario LCCP) akan sangat bergantung pada keberhasilan :

  1. mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan memperluas hutan alam, hutan lindung, meningkatkan partisipasi masyarakat dan memperkuat kemitraan dengan masyarakat di hutan pengelolaan;
  2. meningkatkan kapasitas penyerapan karbon hutan alam dengan mengurangi degradasi dan meningkatkan regenerasi hutan melalui pengayaan atau penerapan hutan lestari sistem manajemen;
  3. meningkatkan penyerapan karbon sistem lahan dengan memaksimalkan penggunaan lahan yang tidak produktif atau rendah lahan karbon untuk pengembangan hutan tanaman, dan tanaman keras lainnya (tanaman industri);
  4. mengurangi emisi dari kebakaran dan dekomposisi gambut dengan memperbaiki sistem pengelolaan lahan gambut.
  5. penegakan hukum kehutanan dan lingkungan hidup

Mengingat pentingnya kontribusi sektor FOLU pada upaya pencapaian target ambisius nasional, maka melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional disebutkan bahwa perlu dilakukan pendekatan karbon Net Sink pada sektor FOLU pada tahun 2030, yang kemudian dikenal sebagai program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

FOLU Net Sink 2030 adalah skema aksi mitigasi peningkatan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan tipe lahan lainnya, untuk mencapai tingkat serapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan tingkat emisi karbon dari hutan dan tipe lahan lainnya pada tahun 2030. Proyeksi target FOLU Net Sink 2030 adalah angka Net Sink 140 juta ton CO2 Equivalen atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2 Equivalen. Sebagai bentuk arahan untuk mencapai target tersebut, telah disusun Rencana Operasional (RENOPS) FOLU Net Sink 2030 sebagaimana termuat dalam SK Menteri LHK No.168/2022 tentang  Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim. Dokumen RENOPS FOLU Net Sink 2030 berisi rencana kegiatan yang terdiri dari 11 rencana aksi mitigasi yang merupakan penjabaran dari 5 aksi mitigasi utama yang tercantum pada NDC dan telah diakselerasi dengan dokumen LTS- LCCR.

Dokumen RENOPS FOLU Net Sink 2030 yang telah disusun dapat menjadi acuan arah kebijakan bagi seluruh pihak yang berkepentingan pada sektor FOLU. Namun pelaksanaan secara efektif pada tingkat tapak, perlu diperjelas lagi rencana aksi mitigasi pada dokumen RENOPS pada tingkat sub-nasional atau provinsi. Sejalan dengan target FOLU, komitmen Pemerintah Daerah Provinsi Papua sudah on the track dalam upaya mendukung pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca secara Nasional.

Pemerintah Provinsi Papua  sebagai provinsi yang memiliki hutan tropis yang luas dan berisi keanekaragaman hayati turut berkomitmen dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan menjaga hutan dan mendedikasi hutan papua sebagai paru-paru dunia. Komitmen ini diimplementasikan dalam Peraturan Daerah Nomor: 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033, dengan mempertahankan kawasan hutan seluas 90 % dari wilayah Provinsi Papua. Peran aktif Pemerintah Provinsi Papua dalam mengurangi emisi dari deforetasi dan degradasi hutan adalah mendirikan dan aktif dalam keanggotaan GCF (Governors Climate and Forest) Task Force yang merupakan kolaborasi diantara sub nasional anggota GCF TF yang berkomitmen untuk menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta untuk merespon masalah mendasar deforestasi hutan tropis, perubahan iklim, masalah gangguan ekologis, hilangnya keanekaragaman hayati, kerawanan pangan, energi, dan air, serta kemiskinan pedesaan didalam dan sekitar hutan.

Target penurunan emisi hanya dapat dicapai apabila mendapat dukungan dan kerjasama. Provinsi Papua menyatakan diri untuk siap membantu pencapaian target penurunan emisi nasional dengan  mengadaptasi tujuan pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi hijau seperti tertuang dalam RPJMD Provinsi Papua 2019-2023 dan Visi Pembangunan Berkelanjutan Papua 2100 di mana kebahagiaan dan kualitas hidup seluruh rakyat Papua berada pada tingkat setinggi-tingginya secara adil dan merata, kondisi alam Papua, baik daratan, perairan, dan udara tetap lestari dan terjaga serta meningkat kualitasnya. Kedua dokumen perencanaan tersebut menjadi dasar pelaksanaan penerapan pembangunan hijau berbasis lahan serta menjadi dasar penetapan pola ruang dan kebutuhan ruang yang dituangkan dalam Dokumen RTRW Papua yang menekankan pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan dengan mengutamakan kepentingan masyakarat adat. Dengan demikian pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua diarahkan pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan yang diterapkan melalui pembangunan rendah karbon dan menjamin keberlanjutan ekologi.

Untuk itu, kami berharap kita dapat bekerja bersama secara kolektif melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi serta peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam serta ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan dan mudah-mudahan melalui kegiatan ini akan terbangun satu kesepahaman dan kesamaan pandangan terkait upaya mitigasi perubahan iklim di Papua.

Jan Jap Ormuseray menyatakan, ada enam hal perlu jadi perhatian kita semua, yaitu :

  1. perlu terbangunnya komitmen bersama antar para pihak berkepentingan pada sektor Folu di Provinsi Papu adalam mendukung tercapainya Indonesia’s Folu Net Sink 2030;
  2. tersedianya rencana kerja aksi penurunan emisi gas rumah kaca sector Folu pada tingkat Provinsi Papua yang dapat menjadi acuan para pihak berkepentingan
  3. untuk memudahkan koordinasi kegiatan Folu Net Sink di Provinsi Papua, perlu membentuk Sekretariat Folu Net Sink yang dapat berkoordinasi dengan sekretariatan Folu Net Sink Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  4. membentuk Tim Kerja yang terdiri dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Papua, Lintas UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) / Cabang Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Lembaga Pendonor, Non–Governmental Organization (NGO) serta Mitra Pembangunan.
  5. koordinasi program dan kegiatan Organisasi Perangkat Daerah/UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara integrasi
  6. membuat Rencana Operasional Folu Net Sink 2030 dan menentukan lokasi kegiatan Folu Net Sink.

“Dukungan semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat penting dalam mensukseskan program folu net sink 2023 – 2030 di Provinsi Papua,” ujar Jan Jap Ormuseray.

Hadir dalam Workshop Penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Indonesia’s Folu Net Sink 2030 Provinsi papua yaitu: Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan selaku Sekretaris Tim Kerja FOLU Net Sink 2030, Kepala OPD Lingkup Pemerintah Provinsi Papua, Kepala UPT Kemeterian lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala KPH dan CDK Provinsi Papua dan Daerah Otonomi Baru, Dr. Muhdin, Institut Pertanian Bogor (Tim Ahli), Frank Leo Apituley, S.Hut., M.Si, Universitas Ottow Geissler Papua (Tim Ahli), Paulus Mandibondibo, S.Hut., M.For.Sc., Universitas Ottow Geissler Papua (Tim Ahli), dan Zulfikar Maryadi, S.Hut., M.Si., Universitas Negeri Papua. (Krist Ansaka/Andika Wamafma)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here