Beranda Nusantara Mau RDP, Anggota MRP Diborgol

Mau RDP, Anggota MRP Diborgol

617
0
BERBAGI

JAYAPURA, NGK, – Sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) yang hendak melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan rakyat di Merauke, ternyata gagal. Sejumlah anggota MRP itu pada 17 November 2020, diborgol dan digiring ke Mapolres Merauke untuk dimintai keterangan. Sementara itu, Bupati Merauke melarang MRP melakukan RDP. Ada apa ?

Anggota Tim MRP yang diborgol. (Foto kiriman Wensislaus Fatubun)

Kapolres Merauke, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Untung Sangaji menegaskan, langkah kepolisian memborgol beberapa orang termasuk anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Amatus Ndapitis dari hotel semata-mata untuk menjaga keamanan.

“Memang jumlah peserta Rapat Dengar Pendapat (RDP) banyak yang hendak dilaksanakan MRP, sehingga mengantisipasi hal-hal tak diinginkan, ada yang diborgol,” ujar KBP Untung Sangaji pada Kamis (19/11/2020), seperti yang dilansir sejumlah media.

Berikut ini, ikutilah catatan kronologis dari satu anggota Tim MRP yang diborgol:

Pada 15 November 2020, sekitar pukul 22.00 waktu Papua, Kapolres Merauke bertemu dengan Pastor Hengki Kariwob, MSC (Vikjend Keuskupan Agung Merauke), Pastor John Kandam, Pr (Sekretaris Uskup) dan Pastor Anselmus Amo, MSC (Direktur SKP KAME) di Keuskupan.  Dalam pertemuan tersebut, Kapolres meminta kepada ketiga pastor untuk tidak memfasilitasi RDP MRP di Vertenten Sai (Aula Katedral Merauke).. Pastor Anselmus Amo telepon Uskup Mgr. Canisius Mandagi, MSC (Uskup Agung Keuskupan Agung Merauke) dan Uskup menegaskan bahwa RDP MRP dapat dilakukan di Vertenten Sai kalau itu bukan kegiatan politik. Uskup mendukung RDP MRP kalau kegiatan untuk kepentingan orang Papua. Tapi Kapolres Merauke tetap menginginkan untuk RDP MRP tidak dilakukan.

Sekitar pukul 22.30 waktu Papua, beberapa anggota polisi datang ke tempat anggota Tim MRP menginap, yaitu hotel Grand Mandala, Pankat dan Hotel Valentine. Kami tidak tahu maksud dan tujuan kedatangan polisi tersebut. Tetapi kami dari MRP diminta untuk ke Polres malam ini juga untuk bertemu dengan Kapolres.

Sekitar pukul 23.00 waktu Papua, Koordinator Tim RDP MRP wilayah Anim Ha dan saya bersama seorang staf MRP dan dua orang anggota MRP lainnya ke Polres Merauke untuk bertemu dengan Kapolres tetapi Kapolres sudah pulang. Melalui ajudannya, Kapolres berjanji untuk bertemu kami pada besok hari, pukul 9.00 pagi.

Pada 16 November, pukul 08.46 waktu Papua, koordinator Tim RDP MRP dan saya beserta seorang staf MRP berangkat dari hotel tempat kami nginap ke kantor Polres Merauke untuk bertemu Kapolres sesuai dengan janji semalam.

Pukul 08.57 waktu Papua, kami lapor di petugas piket Polres Merauke untuk bertemu Kapolres dan mengantar surat. Kami diarahkan dengan diantar oleh petugas ke ruangan Kapolres. Di depan ruangan Kapolres, kami diterima oleh Sekpri Kapolres. Sekpri menyampaikan bahwa Kapolres sedang keluar dan tidak tahu kapan kembali ke kantor. Koordinator Tim menyerahkan surat kepada Sekpri dan memberikan nomor kontak untuk koordinasi. Sekpri janji akan kontak koordinator Tim untuk ketemu Kapolres. Tapi hingga kami ditangkap, tidak ada kontak dari pihak Polres Merauke.

Dari Polres, kami mengantar surat untuk Bupati di kantor Bupati, Dandim di Kodim, Uskup Merauke di Keuskupan dan Ketua DPRD di kantor DPRD.

Sekitar pukul.11.00 waktu Papua, sekelompok orang dari Buti melakukan aksi demo tolak RDP MRP di Kantor Bupati. Kapolres dan Bupati terima mereka di halaman depan Kantor Bupati. Aspirasi mereka adalah tolak RDP MRP, lanjutkan Otsus dan pemekaran Propinsi Papua Selatan.

Sekitar pukul 17.00 waktu Papua, kami rapat di hotel – tempat kami nginap dan memutuskan membatalkan RDP karena situasi tidak kondusif, dan pihak Polres Merauke terus melakukan pemantauan terhadap kami.

Sekitar pukul 22.00 waktu Papua, anggota polisi datang ke hotel tempat kami nginap. Diantara mereka ada yang membawa senjata laras panjang.

Pada 17 November,  sekitar pukul 08.00 waktu Papua, seorang pria berbaju merah dan bukan penghuni hotel, duduk di depan hotel. Kami curiga bahwa pria tersebut adalah intel. Dia duduk sekitar 30 menit dan lalu pergi.

Pada pukul 09.00 waktu Papua, ada dua orang dimana masing-masing  menggunakan kendaraan roda dua datang ke hotel – tempat kami nginap. Mereka ketemu dengan resepsionis dan pemilik hotel. Mereka minta keterangan tentang jumlah kamar dan berapa banyak penghuni kamar. Kami mendapat informasi dari karyawan hotel bahwa mereka adalah intel Polres. Pukul 09.45 waktu Papua, mereka meninggalkan hotel.

Pada pukul 10.00 waktu Papua, ketika saya sedang duduk di depan hotel, Kapolres Merauke bersama anak buahnya datang ke hotel. Beberapa anggota polisi membawa senjata laras panjang. Mereka mengeledah hotel, menggeledah kamar saya, menangkap dan memborgol saya bersama penguni hotel lainnya. Ketika sebelum menangkap saya, Kapolres bertanya kepada saya tentang asal saya, pekerjaan saya, apa kepentingan saya di Merauke. Saya sempat debat dengan kapolres dan bersitegang, karena mereka minta KTP saya. Setelah melakukan penggeledaan, saya dalam keadaan diborgol diantar oleh petugas polisi ke mobil Dalmas. Handphone, dompet, tas laptop, laptop dan beberapa barang lain kecuali pakaian dan sepatu ikut diangkut ke Polres untuk diperiksa sebagai barang bukti. Di mobil Dalmas, selain saya ada beberapa anggota MRP, staf dan peserta RDP yang menginap bersama kami. Saya melihat bahwa Koordinator Tim RDP MRP, Dua staf MRP dan seorang peserta diborgol seperti saya.

Sekitar pukul 10.55 waktu Papua, kami tiba di Polres Merauke. Saya dan 4 orang lain masih diborgol. Kemudian, borgol dilepas ketika kami duduk untuk memeriksa barang-barang kami. Semua orang yang ditangkap dikumpulkan di Aula Polresta Merauke. Barang-barang kami yang diamankan petugas polisi diperiksa dan kami diminta tandatangan berita acara barang bukti.

Setelah itu kami duduk saja. Kami sendiri yang beli makan siang dan air minum.

Sekitar pukul 16.00 waktu Papua, kami mulai menjalani pemeriksaan. Saya sendiri diperiksa tersendiri di ruangan tersendiri oleh petugas. Saya ditanya tentang identitas pribadi, keluarga, RDP MRP, pekerjaan saya dan sumber biaya RDP MRP. Saya beri keterangan tetapi menolak untuk tanda tangan.

Kami diinapkan satu malam di Aula Polres Merauke. Semua orang yang ditangkap. Petugas polisi tidak memperhatikan Protokol Kesehatan.

Pada 18 November, sekitar pukul 09.05 waktu Papua, saya dipanggil lagi oleh petugas untuk diminta keterangan tentang buku pedoman RDP MRP, dan lebih khusus point 3 tujuan RDP MRP. Point 3 itu tertulis tentang RDP MRP untuk Orang Asli Papua menentukan nasib sendiri. Saya beri penjelasan bahwa menentukan nasib sendiri perlu dimengerti dengan baik dan bukan sekedar referendum tapi perlu dihubungkan juga dengan HAM, khususnya prinsip FPIC.

Sekitar pukul 14.00 waktu Papua, dua orang anggota MRP, saya dan staf MRP tanda tangan surat pernyataan yang dibuat oleh pihak Polres Merauke.

Sekitar pukul 16.45 waktu Papua, kami dinyatakan bebas. Tapi ada beberapa barang yang ditahan, yakni barang-barang milik saya, milik koordinator Tim, anggota MRP dan sejumlah uang.

Pukul 19.36, saya, koordinator Tim RDP, anggota MRP dan seorang staf meninggalkan Polres Merauke. Kami diminta kembali pada esok hari untuk bicara tentang barang yang ditahan. Saya masih diperiksa bersama dengan laptop saya.

Demikin kronologi singkat yang saya – Wensislaus Fatubun buat di Merauke, pada 18 November 2020

Menurut Kapolres Merauke, AKBP Untung Sangaji, bahwa saat mereka ditangkap anggota tak dilengkapi pentungan dan lain-lain. Jadi langkah tersebut semata-mata menjaga keamanan dari anggota saat melaksanakan tugas.

“Kita juga mengantisipasi jangan sampai ada yang membawa pisau. Betul diborgol dan saat naik di mobil, langsung dilepas ketika dibawa ke Polres Merauke,” ujarnya.

Kapolres menambahkan, saat mereka diamankan, personel dari Polres Merauke juga sedikit. Sekaligus mengantisipasi ada yang berbuat sesuatu. (Krist Ansaka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here