Beranda Serba Serbi Provinsi-Provinsi Baru : Sumber Daya Manusia Asli Papua dan Tantangan Peningkatan Kualitas

Provinsi-Provinsi Baru : Sumber Daya Manusia Asli Papua dan Tantangan Peningkatan Kualitas

2205
0
BERBAGI

Oleh : Agus Sumule – Universitas Papua agussumule@gmail.com; 081248487214

 Latar Belakang

  • DPR RI telah mengesahkan RUU pembentukan provinsi-provinsi baru di Provinsi Papua, yaitu: Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Dengan demikian, apabila RUU tersebut diterima oleh Pemerintah dan disahkan menjadi UU, maka ke depan akan ada 4 (empat) provinsi di Provinsi Papua, yaitu ke-3 provinsi tadi ditambah dengan Provinsi Papua sebagai provinsi induk.  Itu berarti akan ada 5 (lima) provinsi di Tanah (Wilayah) Papua, termasuk Provinsi Papua Barat.
  • Pembentukan provinsi-provinsi baru ini dimungkinkan oleh adanya perubahan pengaturan dalam UU 2 Tahun 2021, Pasal 76 ayat (2), yang berbunyi “ … Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua.”
  • Pengaturan baru di dalam UU 2/2021 tersebut sementara digugat di Mahkamah Konstitusi oleh Majelis Rakyat Papua (MRP). Apabila gugatan tersebut diterima, maka proses pembentukan daerah otonom baru hanya dapat dilakukan dengan “… persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang” (UU 2 Tahun 2021, pasal 76).
  • Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis landscape kesejahteraan orang asli Papua (OAP) di dalam provinsi-provinsi di Papua, yaitu dengan menghitung dan menafsirkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) provinsi-provinsi baru itu dan bagaimana meningkatkannya.
  • Tulisan ini juga bermaksud untuk menguji klaim yang selama ini sering digunakan, yaitu bahwa melalui pemekaran provinsi akan terjadi peningkatan dan pemerataan pembangunan bagi OAP.

Apa Itu IPM?

  • IPM adalah singkatan dari Indeks Pembangunan Manusia, yang merupakan komposit dari 3 (tiga) dimensi dasar kehidupan manusia, yaitu: (1) umur panjang dan hidup sehat; (2) pengetahuan; dan (3) standar hidup layak.
  • IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
  • IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR).

IPM Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

WILAYAH UHH HLS RLS PENGELUARAN IPM
Prov Papua 65,79 11,08 6,69 6.954 60,44
Prov Papua Barat 66,02 12,91 7,6 8.086 65,09

UHH (Umur Harapan Hidup) dalam tahun; HLS (Harapan Lama Sekolah) dalam tahun; RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dalam tahun; Pengeluaran (Pengeluaran tunai per kapita dalam ribuah rupiah per tahun); IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

Pada tahun 2020, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat telah masuk ke dalam kategori provinsi dengan IPM sedang, walaupun secara keseluruhan kedua provinsi tersebut masih menempati peringkat terbawah di antara provinsi-provinsi di Indonesia.  RLS sudah di atas SD (Indonesia: 8,48, yaitu hampir lulus SMA/SMK).  Kemampuan belanja penduduk per kapita per tahun sudah melebihi setengah Indonesia.

IPM Papua Selatan

Papua Selatan UHH HLS RLS PENGELUARAN IPM
Merauke 67 13,88 8,72 10.097 70,09
Mappi 65,11 10,55 6,31 6.353 58,15
Asmat 58,05 9,02 4,94 5.733 50,55
Boven Digoel 59,97 11,07 8,78 7.497 61,53
Rata-rata PS 62,53 11,13 7,19 7.420 60,08

UHH (Umur Harapan Hidup) dalam tahun; HLS (Harapan Lama Sekolah) dalam tahun; RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dalam tahun; Pengeluaran (Pengeluaran tunai per kapita dalam ribuah rupiah per tahun); IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

Kabupaten dengan IPM tinggi di Papua Selatan adalah Merauke di mana populasi OAP-nya jauh lebih sedikit dari non-OAP (72.826 jiwa vs 122.890 jiwa menurut Sensus Penduduk tahun 2010).  IPM rendah terdapat di Mappi dan Asmat, di mana jumlah OAP-nya dominan.  Kabupaten Asmat memiliki banyak penduduk dewasa yang buta huruf atau tidak tamat SD (lihat data RLS-nya).  Artinya, kesempatan kerja yang mungkin tercipta di Papua Selatan sebagai akibat dari pemekaran belum tentu akan menyerap banyak pencari kerja OAP karena rendahnya kualitas SDM OAP.

IPM Papua Tengah

Papua Tengah UHH HLS RLS PENGELUARAN IPM
Paniai 66,44 10,49 4,57 6.361 56,31
Mimika 72,32 12,4 10,17 11.431 74,19
Dogiyai 65,73 10,58 4,93 5.373 54,84
Deiyai 65,24 9,81 3,01 4.632 49,46
Intan Jaya 65,6 7,65 2,84 5.283 47,79
Puncak 65,74 5,39 2,15 5.378 43,04
Nabire 68,06 11,92 10 8.840 68,83
Rata-rata PT 67,02 9,75 5,38 6.756,86 56,35

UHH (Umur Harapan Hidup) dalam tahun; HLS (Harapan Lama Sekolah) dalam tahun; RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dalam tahun; Pengeluaran (Pengeluaran tunai per kapita dalam ribuah rupiah per tahun); IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

IPM Papua Tengah akan masuk kategori rendah, walaupun ada PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika yang memiliki

IPM tinggi, atau Nabire yang mendekati tinggi.  Ada selisih yang sangat timpang antara IPM antara Mimika dan Nabire (yang penduduknya menurut Sensus Penduduk 2010 dominan non-OAP) dengan kabupaten-kabupaten lain sangat timpang.  Sudah bisa dipastikan, bahwa migrasi penduduk dari Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya dan Puncak ke Timika  dan Nabire akan meningkat.  Namun, kemampuan mereka (para urbanisan) untuk merebut lapangan kerja akan sangat terbatas karena RLS penduduk dewasa di kabupaten-kabupaten itu rendah.

IPM Papua Pegunungan Tengah

Papua Peg. Tengah UHH HLS RLS PENGELUARAN IPM
Puncak Jaya 65,15 7,24 3,62 5.282 48,37
Jayawijaya 59,64 12,27 5,51 7.441 58,03
Lanny Jaya 66,06 8,62 3,2 4.350 47,86
Mamberamo Tengah 63,59 8,93 3,15 4.462 47,57
Nduga 55,27 3,61 1,13 3.975 31,55
Tolikara 65,71 8,6 3,64 4.826 49,5
Yahukimo 65,93 7,61 4,26 4.875 49,37
Yalimo 65,42 9,11 2,79 4.647 48,34
Pegunungan Bintang 64,44 6,25 2,81 5.409 45,44
Rata-rata PPT 63,47 8,03 3,35 5.029,67 47,34

UHH (Umur Harapan Hidup) dalam tahun; HLS (Harapan Lama Sekolah) dalam tahun; RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dalam tahun; Pengeluaran

(Pengeluaran tunai per kapita dalam ribuah rupiah per tahun); IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

Papua Pegunungan Tengah (PPT) akan menjadi provinsi dengan IPM paling-sangat-rendah di Indonesia.  Hanya kabupaten Jayawijaya yang mungkin berubah kategori menjadi kabupaten dengan IPM sedang dalam 5-10 tahun ke depan.  Apabila tidak ada terobosan, maka sulit diharapkan IPM Provinsi PPT akan masuk kategori sedang, apalagi tinggi.  Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah, dengan skema keuangan yang ada sekarang,  Provinsi PPT tidak akan ikut menikmati manfaat finansial apa pun dari pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua. Alokasi dana khusus dalam rangka Otsus (2,25% dari DAU nasional) akan relatif kecil manfaatnya bagi percepatan pembangunan Provinsi PPT karena mahalnya ongkos angkut dari ibukota Provinsi ke kabupaten-kabupaten.  Pembangunan di ibukota provinsi akan berakibat membanjirnya pencari kerja dari kabupaten-kabupaten, padahal kualitas SDM-nya terbatas (lihat kolom RLS).

Pembangunan di Provinsi PPT akan berlangsung sangat berat dan sulit karena keterbatasan sumber-sumber keuangan.

IPM Papua (baru)

Papua UHH HLS RLS PENGELUARAN IPM
Biak Numfor 68,25 13,96 10,33 9.705 72,19
Kepulauan Yapen 69,12 12,73 9,46 7.484 67,66
Supiori 65,94 12,74 8,81 5.677 62,3
Waropen 66,33 12,79 9,2 6.732 64,94
Mamberamo Raya 57,77 11,79 5,66 4.581 51,78
Jayapura 67,05 14,2 10,04 9.898 71,69
Kota Jayapura 70,45 15,01 11,56 14.763 79,94
Sarmi 66,36 12,05 8,82 6.600 63,63
Keerom 66,69 12,42 8,01 8.910 66,4
Rata-rata Papua 66,44 13,08                      9,10                     8.261,11                      66,73

UHH (Umur Harapan Hidup) dalam tahun; HLS (Harapan Lama Sekolah) dalam tahun; RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dalam tahun;  Pengeluaran (Pengeluaran dalam ribuah rupiah per tahun); IPM (Indeks Pembangunan Manusia).

IPM Provinsi Papua (baru) akan melesat jauh meninggalkan saudara-saudaranya sebagai akibat dari pemekaran. Selangkah lagi, Kota Jayapura akan memiliki IPM sangat tinggi (terutama karena penduduknya dominan pendatang).  Berbagai fasilitas pembangunan yang bermutu seperti jalan, pelabuhan laut, jembatan, bandar udara besar, rumah sakit, sekolah dan perguruan tinggi bermutu – semua berlokasi di provinsi ini.  IPM Provinsi Papua (baru) akan menyalip IPM Provinsi Papua Barat.  Yang menjadi masalah, kontribusi PAD (penghasilan asli daerah) kabupaten-kabupaten ini masih sangat rendah dibandingkan dengan APBD-nya.  Dari Biak Numfor sampai

Keerom (lihat Tabel di atas) kontribusi PAD terhadap APBD berturut-turut (tahun 2018): 3,69%; 6,59%; 3,62%; 1,35%; 0,59%; 8,08%;  14,12%; 1%; dan 2,35%.  Provinsi Papua (baru) akan kelimpungan memelihara aset dan membiayai pembangunannya ke depan.  Sumber pendanaan akan tetap berasal dari transfer Pemerintah di Jakarta.

Apa yang Harus Dilakukan?

  1. Pikirkan ulang rencana pemekaran. Klaim bahwa pemekaran akan memeratakan pembangunan dan kesejahteraan sangat rapuh dasar ilmiahnya.  Analisis IPM dalam dokumen ini sudah menunjukkan hal tersebut.  Pemekaran akan membuat satu provinsi seolah-olah maju, sementara provinsi yang lain nyata sangat terkebelakang.  Walaupun begitu, baik provinsi yang maju maupun yang terkebelakang itu sama-sama akan terus tergantung kepada transfer dana dari pusat, tanpa ada kepastian kapan akan terbentuk kemandirian fiskal setiap provinsi beserta kabupaten/kota di dalamnya.
  2. Keadaan pada nomor 1 di atas hanya bisa berubah apabila tersedia dana yang sangat besar untuk menolong provinsi-provinsi seperti Papua Pegunungan Tengah, Papua Tengah, dan sebagian kabupaten di Papua Selatan. Pertanyaan yang harus dijawab adalah: Dari mana dana besar itu akan diperoleh? Pertanyaan ini wajar disampaikan, karena di dalam RUU provinsi-provinsi baru itu sama sekali tidak tertera besarnya tambahan dana agar provinsi baru bisa melakukan percepatan pembangunan.
  3. Perbaiki tata kelola pemerintahan daerah. Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah kunci keberhasilan pembangunan di Wilayah Papua apa pun format politik dan/atau jumlah daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota)-nya. Artinya, tidak ada jaminan bahwa good governance akan tercipta melalui pemekaran DOB.
  4. Fokuslah pada peningkatan SDM OAP. Data-data RLS sudah menunjukkan dengan tegas siapa yang akan memenangkan persaingan kesempatan kerja ke depan. Cukupkan tenaga guru (diperlukan 33.000 orang guru untuk memenuhi kebutuhan sekarang).  Bangun sekolah-sekolah untuk hampir 500.000 OAP usia sekolah yang tidak bersekolah.  Dirikan universitas negeri di Pegunungan Tengah untuk mengurangi kesenjangan layanan pendidikan yang bermutu antarwilayah di Papua.
  5. Lindungi tanah, hutan dan sumberdaya alam milik OAP. Negara harus membuat aturan supaya tanah di Papua tidak boleh dijual.  Kalau pemerintah provinsi/kabupaten/kota betul berpihak kepada OAP, maka regulasi (peraturan daerah) tentang larangan untuk menjual tanah harus dibuat.  Inilah satu-satunya cara yang tersisa untuk melindungi OAP dari proses marginalisasi di atas tanahnya sendiri.  Ke depan, mereka yang bermaksud untuk memanfaatkan tanah di Papua hanya bisa menyewa/kontrak.
  6. Kendalikan migrasi masuk dari luar Tanah Papua. Regulasi sudah pernah dibuat namun tidak efektif dilaksanakan (Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2008). Pemerintah pusat harus mendukung pelaksanaan regulasi ini.

 

SELURUH DATA YANG DIGUNAKAN DALAM TULISAN INI BERASAL DARI PENERBITAN PEMERINTAH:

  1. BADAN PUSAT STATISTIK (2021). INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2020
  2. BADAN PUSAT STATISTIK (2011). SENSUS PENDUDUK 2010. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here