*Bas Suebu : Sisa Hidup Saya untuk Tuhan dan untuk Kemanusiaan
SENTANI, NGK – Pagi itu, Sabtu, 20 Agsustus 2022, sekitar pukul 07.45 WP, pesawat Garuda tiba di Bandara Sentani, Jayapura. Selang beberapa saat kemudian, pintu pesawat pun terbuka. Nampak seseorang yang mengenakan topi berhias burung Cenderawasih, bak seorang raja yang turun dari tangga pesawat. Sementara di landasan, kelompok tari menyambutnya. Saat itu, tak dapat dibendung lagi, cucuran air mata kegembiraan tertumpah, ketika masyarakat adat Sentani menyambut Barnabas Suebu, tokoh karismatik yang selalu menjadi simbol anak bangsa di Tanah Papua.
Dari Bandara, Barnabas Seubu yang selalu disapa dengan sebutan Kaka Bas itu, menuju Helebey Obhe (rumah adat), Ondoafi Kampung Sereh, Yanto Eluay di Jalan Beestur Pos, Sentani. Di Helebey Obhe, dilakukan ibadah syukuran yang dipimpin Pdt Albert Yoku sekaligus makan bersama. Pada acara itu, ada juga Bupati Jayapura, Matheus Awaitouw dan sejumlah pejabat di lingkungan Kabupaten Jayapura.
Sore harinya, sekitar pukul 15.00 WP, dilakukan acara syukuran bersama rakyat Papua di Lapangan Alm. Theys Eluay. Sementara itu, bertebaran ucapan selamat di media sosial, “Selamat datang Abbuh (kakek, Red.) Bas, Selamat Datang Kaka Bas,” dan ucapan lainnya.
Kaka Bas, mantan Gubernur Papua itu disambut lantaran selama 8 tahun, ia menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung dan akhirnya bebas pada 17 Juli 2022.
Kaka Bas didakwa dengan dugaan kasus korupsi peroyek pembangunan PLTA di Sungai Mamberamo dan Urumuka tahun anggaran 2009-2010 dan pada sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2015), Kak Bas dinyakan bersalah.
Keputusan pengadilan Tipikor ini, sempat mengundang protes lantaran selama sidang, hampir tak ada satu pun bukti yang menyatakan Kaka Bas bersalah. Tapi, Kaka Bas menerima semua putusan itu dan menjalani hukuman itu di Lembaga Pemasarakatan Sukamuskin, di Bandung, Jawa Barat.
“Saya tahu, jalan yang harus saya tempuh. Tapi sampai hari ini, saya juga tidak tahu, saya salah apa. Saya tidak diberitahukan oleh penegak hukum Indonesia. Oleh hakim. Oleh jaksa dan olah KPK. Salah saya pun tidak diberi tahu. Tapi saya menjalani hukuman itu. Kenapa ? Yesus orang yang tak berdosa menjalani hukuman. Dia yang tak berdosa menjadi orang yang paling berdosa menggantikan kita semua, supaya kita selamat,” ungkap Bas Suebu dalam kesaksiannya di hadapan ratusan orang pada acara syukuran bersama rakyat Papua di Lapangan Theys, Sentani (20/8).
Lebih lanjut Bas menjelaskan, bahwa diujung pengabdiannya, ia harus dipenjarakan. “Tahun 1962, saya menjadi pegawai negeri dan saya pensiun sekitar tahun 2011. Saya jadi gubernur yang kedua kali. 50 tahun saya mengabdi di pegawai negeri dan juga politik. Sudah cukup. 50 tahun saya mengabdi kepada Negara. Tapi diujung dari pengabdian saya, saya dipenjarakan, tanpa saya tahu kesalahan saya, bahkan sampai hari ini pun saya tidak tahu. Tapi saya bersyukur karena karena bisa jalani itu. Yesus Kristus mnjadi Teladan. Justru dalam penjaralah, saya menemukan kebebasan yang sesungguhnya. Alkitab berkata, “Kebenaran yang membebaskan” – Yohanis 17: 17,” ujar Kaka Bas.
Baca juga kesaksian Bas Suebu di Lapangan Theys di Sentani pada Sabtu, 20 Agustus 2022. “Tak Diberi Tahu oleh Penegak Hukum, Saya Salah Apa”.
Dia yang tak bersalah itu, pada 17 Juni 2022, ia bebas. Mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu bebas bersyarat dari Lembaga Pembasyarakatan Sukamiskin pada 17 Juli 2022. “Iya, bebas bersyarat kemarin,” kata Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Rika Apriyanti, Senin, 18 Juli 2022. Rika mengatakan Barnabas akan bebas murni pada 27 Februari 2023. (Tempo.Co).
Selama delapan tahun di pengasingan, rakyat di Tanah Papua, khususnya, rakyat di tanah kelahiran di Sentani sangat merindukan sang tokoh itu untuk kembali.
Untuk itulah, kabar bebasnya tokoh kharismatik itu disambut gembira keluarga besar di Kabupaten Jayapura.
Sukacita itu diungkapkan dalam acara syukuran yang digelar di Helebey Obhe Kampung Sereh dan juga di Lapangan Theys.
Dalam syukuran di Lapangan Theys, Barnabas Suebu menceritakan kisahnya kepada masyarakat umum selama menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin hingga dinyatakan bebas.
Sementara itu, Ondoafi Kampung Sereh yang juga tokoh Adat Jayapura, Yanto Eluay selaku Ketua Panitia Syukuran, mengatakan, rangkaian kegiatan syukuran yang dilaksanakan itu adalah inisiatif dari keluarga besar.
“Kepulangan mantan Gubernur Papua tidak ada kaitannya dengan isu yang berkembang saat ini. Acara syukuran ini adalah inisiatif dari keluarga, karena orang tua terkasih kami sudah melewati masa-masa sulit selama 8 tahun di penjara dan sekarang sudah bebas dan pulang ke Sentani, tanah kelahirannya,” kata Yanto Eluay dalam jumpa pers di Helebey Obhe pada Jumat, 19 Agustus lalu.
Sisa Usianya untuk Layani Tuhan
Yanto Eluay berharap agar jangan ada lagi pihak-pihak yang mempolitisir kepulangan Barnabas Suebu. Bapak Barnabas Suebu ingin memanfaatkan sisa usianya untuk melayani Tuhan.
“Ini perlu kita pertegas, karena orang tua kami dikaitkan dengan isu-isu yang lain, dipolitisir dan didramatisir dan dikaitkan dengan hal-hal lain apa lagi dengan politik. Orang tua kami Barnabas Suebu telah menyampaikan bahwa di sisa usianya akan digunakan hanya untuk melayani Tuhan,” tandasnya.
Sementara itu, Barnabas Suebu dalam kesaksiannya di Lapangan Thyes, Sentani, ia mengatakan, “sisa hidup saya hanya untuk Tuhan dan untuk kemanusiaan. Saya akan lakukan itu di Papua, terutama dengan pemerintah yang ada, untuk lingkungan. Untuk keadilan, dan untuk kebenaran, tegas mantan gubernur Papua itu.
Sebelum pulang ke tanah kelahirannya di Sentani, Bas Suebu sempat hadir pada acara seremoni penutupan Sidang Sinode GKI di tanayh Papua ke-8 di Waropen
Kehadiran mantan Gubernur Irian Jaya dan Papua ini bagai magnet, yang menarik perhatian ribuan pasang mata, sekaligus disambut tepuk tangan peserta dan simpatisan pada seremoni penutupan Sidang Sinode GKI di Tanah Papua di Pantai Serfambai Waren, Minggu (24/7/2022) malam.
“Adalah satu kehormatan yang sangat besar bagi saya berdiri di hadapan bapa-bapa, ibu-ibu, saudara-saudari sekalian untuk menyampaikan sepatah dua kata dalam momen penutupan Sidang Sinode GKI di Tanah Papua,” kata Barnabas Suebu.
“Walaupun saya tidak pernah tahu dan tidak pernah diberitahukan bahkan di putusan pengadilan sekalipun tentang kesalahan saya, tetapi saya mengikuti teladan Kristus yang tidak berdosa. Ditangkap, diadili, dan dihukum. Hukumannya adalah hukuman mati. Saya menjalaninya sampai tuntas. Tapi, justru di dalam penjaralah saya menemukan kebebasan yang sesungguhnya. Kebenaran itu telah membebaskan saya,” ujar Barnabas Suebu.
Pada kesempatan itu, Barnabas Suebu yang hadir bersama keluarga menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat Papua yang selalu mendoakannya selama menjalani masa tahanan.
“Terima kasih kami yang tulus kepada semua jemaat GKI dan seluruh umat Tuhan di Tanah Papua yang telah mendoakan saya pada masa-masa yang sakit dan berat. Sehingga atas penyertaan kasih Tuhan, masa sulit berat itu telah saya lewati dengan baik,” ucapnya.
Tiga Pesan Kaka Bas
Pada kesempatan itu, tokoh bangsa Papua yang akrab disapa Kaka Bas ini meninggalkan tiga pesan bagi keutuhan gereja dan seluruh masyarakat Papua.
Pertama, Suebu berpesan kepada Badan Pekerja (BP) AM Sinode GKI di Tanah Papua periode 2022-2027, bahwa manusia dan lembaga/organisasi adalah alat yang harus bekerja untuk menyelamatkan umat manusia di dunia dan keutuhan ciptaan-Nya.
“Semua itu boleh karena ini kita semua harus sadar bahwa kita hanya alat, pekerja dan pelayan dan bukan pemilik. Oleh karena itu GKI di Tanah Papua harus setia, teguh dan konsisten melaksanakan fungsi yang hakiki dari gereja yaitu fungsi kenabian dan kerasulan,” katanya.
Ke dua, Barnabas Suebu mengingatkan, “jaga kekudusan gereja dan kekudusan umat … Yesus Kristus sendiri berdoa, kuduskan mereka dalam kebenaran, firman Tuhan kebenaran. Inilah fondasi berdirinya GKI di Tanah Papua 63 tahun lalu.”
Pada pesan ke tiga, Barnabas Suebu menegaskan kepada gereja dan seluruh lapisan masyarakat Papua, sebagaimana dipesankan para kepala daerah pada pembukaan Sidang Sinode, agar gereja tetap kokoh dan tidak terpecah.
“Jaga dan pelihara walaupun ada 5 provinsi, 10 provinsi, 20 provinsi di atas Tanah Papua tetapi GKI tetap satu di atas Tanah Papua. Karena GKI di Tanah Papua adalah satu-satunya benteng terakhir bagi orang asli Papua (OAP) untuk pertahankan hak hidup dan kelanjutan hidupnya di negeri yang Tuhan anugerahkan ini. Di negeri yang kini sedang menghadapi berbagai tantangan dan perubahan di tengah-tengah bangsa yang besar ini,” ucapnya disambut tepukan meriah. (Krist Ansaka)