JAYAPURA, NGK –Presiden RI, Prabowo Subianto direncanakan akan meresmikan Rumah Sakit (RS) Vertikal Papua milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Jayapura. Tapi RS itu dipalang oleh masyarakat adat Hebeybhulu dari Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura pada Rabu, 28 Mei 2025.
Ada yang belum beres dengan lahan dari RS itu sehingga aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes kerena belum diselesaikannya pembayaran ganti rugi hak atas tanah ulayat yang digunakan untuk pembangunan rumah sakit tersebut.
Pemalangan dilakukan dengan menutup akses masuk rumah sakit menggunakan batang kayu, spanduk, dan pamflet yang bertuliskan tuntutan masyarakat. Meski berlangsung damai, aksi ini mendapat perhatian serius dari pihak keamanan dan aparat kepolisian yang berjaga di lokasi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut Ondofolo Hebeybhulu Yoka, Riky David Mebri , Ruma Sakit (RS) Kemenkes Jayapura berdiri di atas tanah adat milik marga-marga yang tergabung dalam kelompok besar Hebeybhulu Yoka. Marga-marga itu adalah Mebri, Makuba dan Tukayo.
Mewakili Masyarakat adat Ondofolo Hebeybhulu Yoka Riky David Meberi menyatakan bahwa sejak proses pembangunan dimulai pada 10 agustus 2023 dengan pagu anggaran mencapai 670 miliar hingga saat ini, belum ada penyelesaian resmi maupun kesepakatan ganti rugi yang memuaskan dari pihak Rumah sakit, Kementerian dan Unversitas Cenderawasih.
“Kami sudah berulang kali menyurati pihak Uncen, Kemenkes, Pemkot Jayapura, dan instansi terkait, tapi belum ada itikad baik untuk menyelesaikan hak-hak kami sebagai pemilik tanah adat,” ujar Riky David Mebri Ondofolo Hebeybhulu Yoka saat ditemui di Lokasi pemalangan rabu,(28/5/2025).
RS Vertikal Papua yang digadang-gadang sebagai rumah sakit rujukan terbaik di asia pasific itu, berdiri di atas lahan Masyarakat Adat Hebeybhulu Yoka seluas 46 ribu Km.
Hingga berita dipublis, pihak RS Vertikal Papua dan Unversitas Cenderawasih hingga berita ini diterbitkan belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan masyarakat. Namun, Ondofolo Hebeybhulu Yoka menegaskan bahwa pemalangan akan terus dilakukan hingga ada penyelesaian konkrit dari pemerintah maupun pihak rumah sakit.
“Kami hanya menuntut hak kami. Ini tanah leluhur kami, dan kami tidak akan diam sampai persoalan ini diselesaikan secara adil, ” tegas David Mebri

Sementara kuasa hukum Masyarakat adat Hebeybhulu Yoka Fabian Samuel Hutubessy dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa dalam tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat Yoka, bahwa uncen telah melakukan pelanggaran hukum dalam pasal 365 KUHP terkait penggunaan lahan yang bukan milik kuasanya.
“Kami Bersama Bapak ondoafi sudah melayangkan somasi pertama kepada pihak uncen batas waktu sampai 5 Mei 2025 lalu, dan somasi kedua dengan jangka waktu 14 hari, tetapi tidak ada respon dari pihak Uncen ,“ ungkap kuasa hukum, Fabian Samuel Hutubessy.
Selain somasi , masyarakat adat Hebeybhulu Yoka telah mengadakan pertemuan internal secara keluarga bersam pihak Uncen namun tidak etikan baik dari pihak Uncen.
Fabian Samuel Hutubessy Juga mengungkapkan bahwa dalam sertifikat tanah yang dipegang oleh pihak Uncen dengan luas 64 hektar tersebut, bukan Lokasi yang di peruntukan untuk Pembangunan RS tersebut .
“Uncen menggunakan Lokasi milik masyarakat adat Hebeybhulu ini sangat luas, banyak Lokasi yang belum memiliki dasar hak sesuai UU Otsus, bahwa tanah di Papua harus ada pelepasan adat untuk pengajuan sertifikat,“ katanya.
Aksi pemalangan yang dilakukan oleh Masyarakat adat Hebeybhulu Yoka selain menuntut ganti rugi hak ulayat, mereka juga mempertanyakan kuota 20 persen penerimaan pegawai Rumah Sakit yang harusnya diisi oleh anak-anak adat Hebeybhulu, namun kenyataannya sama sekali tidak dilakukan sehingga ini sangat mencederai hak-hak Masyarakat adat.
Untuk itu Masyarakat adat mendesak pemerintah pusat, daerah dan Uncen untuk segera turun tangan menengahi permasalahan ini dan memastikan hak-hak adat tidak diabaikan dalam pembangunan fasilitas publik. (nesta/ka)