Beranda Nusantara Tim DPR Papua Sebut TNI, tapi TGPF Sebut ?

Tim DPR Papua Sebut TNI, tapi TGPF Sebut ?

411
0
BERBAGI

Siapa  Pelaku Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani, dan Bagaimana Hasil Tim Investigasi Polda, Kodam XVII Cenderawasih, dan Komnas HAM ?

JAYAPURA – NGK – Pendeta Yeremia Zanambani tewas ditembak di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Sabtu (19/9/2020).  Berdasarkan hasil temun Tim Pansus Kemanusiaan DPR Papua dan juga laporan dari Gereja-Gereja di Papua, bahwa pelakunya anggota TNI.

Tapi pihak TNI menyebut Yeremia tewas ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Sementara, Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal juga membantah tuduhan bahwa TNI menjadi pelaku penembakan terhadap Pendeta Yeremia hingga tewas. Alasan Kamal, di Hitadipa tidak ada pos TNI.

Baku tuduh pun terjadi. Untuk itu, berbagai tim investigasi dibentuk. Ada Tim Komnas HAM. Ada Tim Pansus Kemanusiaan DPR Papua. Ada Tim Kodam XVII Cenderawasih. Ada Tim Polda Papua. Ada Tim dari Gereja-Gereja di Papua, dan ada Tim Gabungan Pencari Fakta ( TGPF) yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Dari semua tim ini, baru Tim Pansus Kemanusiaan DPR Papua yang mengumumkan hasilnya. anitia Khusus (Pansus) DPRD Papua mengungkap nama penembak pendeta Yeremia Zanambami di Intan Jaya, Papua. Anggota Pansus, Deki Nawipa mengatakan, nama penembak Pdt Yeremia Zanambami didapat dari pengakuan keluarga korban.

Deki Nawipa mengatakan, keluarga korban menyebutkan bahwa pendeta Yeremia Zanambani ditembak oleh anggota Kostrad 477 atas anama Alpius.

Nawipa menyebutkan, ada beberapa anggota yang sering bersama dengan almarhum sudah dianggap sebagai keluargga. Tapi pada peristiwa itu, korban Yeremia Zanambami ditembak.

“Mama atau istri almarhum waktu kami tanya siapa itu pembunuh bapak, ia langsung mengatakan yang bunuh atas nama Alpius dari satuan Kostrat 477,” ucap Deki.

“Jadi entah mau ungkap atau tidak, ini kami sampaikan sesuai dengan data yang kami ambil langsung di lapangan, dan istri almarhum langsung tunjuk kalau ‘kau Alpius ko yang bunuh’, kalau tidak percaya kami punya data tertulis dan video dan kami pansus siap bertungjawab,” tambahnya.

Kata dia, kehadiran Pansus mewakili Pemerintah Provinsi Daerah. Ia mengklaim masyarakat Intan Jaya sangat berharap keadilan karena mereka sudah tahu siapa pelaku penembakan.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta ( TGPF) Kasus Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani. Pembentukan TGPF ini berdasarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 83 Tahun 2020 tentang Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kekerasan dan Penembakan di Kabupaten Intan Jaya yang ditandatangani Mahfud pada Kamis (1/10/2020).

“Tim ini diberi tugas mulai keluarnya SK ini sampai dua minggu ke depan untuk melaporkan hasilnya kepada Kemenko Polhukam,” ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/10/2020.

Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang ditugaskan Menko Polhukam Mahfud MD telah menyelesaikan tugas mengumpulkan data dan informasi lapangan terkait sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.

Ketua TGPF kasus Intan Jaya, Irjen (Purn) Benny J Mamoto di Timika, Senin, 12 Oktober 2020 mengatakan, pengumpulan data lapangan sangat penting dalam rangka membuat terang peristiwa yang terjadi.

Pada Senin pagi (12/10), Benny Mamoto bersama anggota TGPF lainnya tiba kembali di Timika setelah beberapa hari melakukan pengumpulan data di wilayah Sugapa, Intan Jaya. “TGPF segera membuat laporan, menganalisa, mengevaluasi, dan mengambil kesimpulan serta membuat rekomendasi-rekomendasi terkait aksi kekerasan di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya pada September lalu. Bagaimana isinya, bagaimana hasilnya, tentunya kami harus melaporkan dulu kepada pimpinan kami sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas,” ucap Benny Mamoto.

TGPF mengapresiasi dukungan dari semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan tugas tersebut.

Meski tim mengalami gangguan atau kendala teknis di lapangan, hal itu bisa diatasi sehingga tugas yang diberikan harus bisa dikerjakan atau diselesaikan dengan baik agar persoalan yang terjadi di tengah warga bisa diungkap kebenarannya.

“Kami bersyukur semua berjalan lancar, meskipun ada peristiwa memakan korban dari tim kami dan satu anggota dari satuan TNI, tetapi kami tetap komit menyelesaikan tugas hingga selesai. Jadi segala kendala bisa kami atasi,” ujar purnawirawan Polri bintang dua itu.

Ia menambahkan, tuntasnya pengumpulan data dan informasi lapangan kasus kekerasan di Intan Jaya tidak lepas dari dukungan TNI dan Polri yang telah memfasilitasi, mengawal, dan mengamankan anggota tim.

TGPF, katanya, fokus pada pengumpulan data dan informasi dari masyarakat, tokoh adat, agama setempat serta pihak terkait yang melaporkan berbagai peristiwa itu langsung kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta.

Merespons laporan masyarakat itulah sehingga Presiden Jokowi memerintahkan Menko Polhukam Mahfud MD membentuk TGPF kasus Intan Jaya.

Upaya TGPF ini tampaknya diragukan. Soalnya, Ketua Sinode Am Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Pendeta Andrikus Mofu pesimistis dengan TGPF yang dibentuk Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD untuk mengungkap kematian pendeta Yeremia Zanambani.

Berdasarkan keterangan keluarga dan gereja, Pendeta Yeremia Zanambani (68) ditembak oleh seseorang diduga anggota TNI saat memberi makan ternak babinya di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada 19 September 2020.

“Masyarakat Papua pasti tidak yakin bahwa tim investigasi yang dibentuk Menko Polhukam dapat mengungkapkan secara adil dan jujur. Sebagai gereja kami sangat tidak yakin bahwa apa yang dialami dan kasus yang baru saja terjadi dengan kematian Pendeta Yeremia bisa diungkap secara transparan,” kata Pendeta Mofu dalam diskusi bersama Amnesty International, Jumat (2/10/2020).

Menurutnya, tim investigasi yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk konflik di Papua dalam rekam jejaknya jarang berhasil dan memberikan rasa keadilan bagi rakyat. Apalagi mayoritas tim TGPF diisi oleh anggota TNI dan Polri.

Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) Choirul Anam mengungkapkan, pihaknya saat ini tengah menyelidiki kasus tewasnya Pendeta Zanambani di Papua. Penyelidikan tersebut sudah berjalan sebelum Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta ( TGPF). “Komnas HAM sudah duluan, sudah sejak beberapa hari ini,” ujar Anam kepada Kompas.com, Jumat (2/10/2020) sore.

Anam menuturkan, penyelidikan ini melibatkan anggota di Kantor Komnas HAM perwakilan Papua. Hanya saja, penyelidikan ini tetap akan menjadi tanggung jawab Kantor Komnas HAM pusat. “Yang bertanggung jawab pusat,” kata dia. Sejauh ini, pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap sejumlah informasi mengenai kasus Pendeta Yeremia. “Mengumpulkan semua informasi, komunikasi, dan bahan yang terkait kasus tersebut,” kata Anam.

Menko Polhukam Mahfud MD membentuk TGPF kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani. Tak ada Komnas HAM di TGPF itu. Baca juga: Mahfud Beri Waktu Dua Minggu bagi TGPF Usut Kasus Penembakan Pendeta Yeremia Mahfud beralasan tak masuknya Komnas HAM dalam TGPF ini untuk menghindari stigma kooptasi kasus. Selain itu, ia memandang Komnas HAM merupakan lembaga independen. Pembentukan TGPF ini berdasarkan Keputusan Menteri Koordinatior Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bernomor 83 tahun 2020 yang ditandatangani Mahfud MD pada Senin (1/20/2020).

TGPF ini diisi sejumlah pejabat di lingkungan Kemenko Polhukam, BIN, kompolnas, tokoh masyarakat Papua, hingga akademisi. Terdapat dua kompenan dalam TGPF ini, yakni pengarah dan tim investigasi lapangan.

Selain untuk menyelidiki kasus penembakan terhadap Pendeta Yeremia pada Sabtu (19/9/2020), TGPF ini juga akan menyelidiki kasus penembakan lainnya yang terjadi pada pertengahan September 2020. Tiga kasus tersebut meliputi tewasnya seorang warga sipil bernama Badawi dan prajurit TNI Serka Sahlan pada Kamis (17/9/2020).

Kemudian, kasus penembakan yang menewaskan prajurit TNI bernama Pratu Dwi Akbar. Pratu Dwi Akbar tewas usai terlibat kontak tembak dengan kelompok sipil bersenjata pada Sabtu (19/9/2020).

Sedangkan Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengaku akan mengirimkan tim khusus guna membantu personil yang bertugas di Intan Jaya dalam penanganan serta penindakan terhadap kelompok kriminal bersenjata.

“Kami dari Polda akan mengirim tim ke Intan Jaya, dan tim itu khsusus untuk penanganan KKB,” jelasnya ketika memberikan keterangan pers di Mapolda Papua, Kamis (8/10) sore. Ia pun menjelaskan kehadiran tim itu nantinya di fokuskan untuk penindakan hukum terhadap kelompok kriminal bersenjata.

Menurut data Polda Papua, kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Kabupaten Intan Jaya telah melakukan sedikitnya 23 kali teror penembakan dan kasus-kasus kekerasan lain sepanjang 2020. Banyaknya aksi kekerasan di wilayah Intan Jaya itu menunjukan bahwa KKB yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM).

”Orang selalu menyalahkan aparat melakukan pelanggaran HAM. Justru merekalah yang melanggar HAM jauh lebih parah. Tukang ojek dibantai, pedagang dibunuh, petugas kemanusiaan yang urus Covid-19 dibantai, belum termasuk anggota TNI dan Polri yang dibunuh,” kata Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw seperti dilansir dari Antara.

Berdasarkan laporan intelijen, sejak Oktober 2019, sejumlah kelompok KKB mulai bergeser dari wilayah timur Intan Jaya seperti dari Puncak Ilaga, Puncak Jaya, Tolikara, bahkan Lanny Jaya ke wilayah sekitar Sugapa. Bahkan, sebagian dari kelompok itu sempat memasuki wilayah Tembagapura Mimika pada Februari 2020.

”Mereka bergabung memasuki wilayah itu untuk menyiapkan logistik untuk bertempur di wilayah Tembagapura. Mereka nyatakan Tembagapura sebagai medan perang, jadi mereka terus mencari amunisi dan senjata api yang mereka rampas dari anggota kita. Kejadian penyerangan Koramil Persiapan Hitadipa beberapa waktu lalu ada kaitannya dengan kepentingan untuk merampas senjata api dan amunisi,” terang Paulus Waterpauw.

Kapolda mengharapkan keterlibatan aktif Pemkab Intan Jaya untuk mengajak kelompok separatis bersenjata tersebut berdialog guna mengakhiri segala bentuk kekerasan di wilayah itu. ”Ini kan sudah terang benderang, tidak ada rahasia lagi. Bupati dan pemerintah di sana sebagai yang punya rakyat ajak mereka bicara melalui tokoh-tokoh yang punya pengaruh supaya kita segera mengakhiri kekerasan-kekerasan itu,” ujar Paulus.

Menurut dia, aparat tidak akan mentolerir segala tindak kekerasan, apalagi menggunakan senjata api. ”Bagi kami hanya dua pilihan, karena mereka memiliki senjata api, tugas kami untuk melakukan penegakan hukum. Kami pasti akan terus mengejar mereka. Kalau pendekatan keamanannya seperti itu terus, tentu tidak akan menyelesaikan masalah,” papar Paulus.

Polda Papua didukung Kodam XVII/Cenderawasih, lanjut Kapolda, memiliki kekuatan yang cukup untuk digerakan ke Intan Jaya guna menghadapi KKB. Hanya saja pergeseran personel ke wilayah itu terkendala karena tidak ada sarana dan prasarana yang memadai di Sugapa seperti tempat tinggal.

”Tidak mungkin kita asal kirim ke sana, sementara di sana tidak ada rumah. Makanya kami terus bersinergi dengan Bupati dan Ketua DPRD Intan Jaya agar jika ada tempat mereka yang belum digunakan, kami bisa pinjam sementara waktu untuk ditempati pasukan-pasukan untuk mempertebal keamanan di Intan Jaya,” ujar Paulus.

Lalu siapa sebenarnya pelaku penembakan terhadap sang pendeta itu ?  (Krist Ansaka)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here