Beranda Lingkungan Tambang Nikel di Raja Ampat Disegel

Tambang Nikel di Raja Ampat Disegel

389
0
BERBAGI
Kementerian Lingkungan Hidup menyegel lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat, 5 Juni 2025.(Foto: Dok. KLH)

JAKARTA, NGK –  Usaha pertambangan Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, menuai kecaman keras dari berbagai kalangan, baik di dalam negeri hingga ke luar negeri.

Kecaman ini ini membuat membuat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menghadap dan melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto tentang temuan izin tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya

Bahlil tidak merinci apa arahan yang disampaikan Prabowo usai dirinya melakukan laporan tersebut.

Walau begitu, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2025, semua lokasi tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah disegel dan seluruhnya sudah berada dalam pengawasan pejabat pengawas lingkungan hidup. Menteri Lingkungan Hidup.

Seperti diberitakan TEMPO.Co (5/6), Dr. Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, menyatakan, dari empat perusahaan yang terungkap sedang dan hendak menambang nikel di Raja Ampat tersebut, dua di antaranya diketahui telah memiliki izin dan dokumen lingkungan.

“Izin-izin itu akan dicabut. “Dengan tetap mewajibkan pemulihan lingkungan,” kata Hanif lewat pernyataan tertulis sebelum keterangan resmi dikeluarkannya.

4 Tambang Nikel dan Sanksinya

Lebih detail dari pernyataannya itu adalah sebagai berikut,

Pertama, Tambang nikel di Pulau Manura (pulau kecil seluas 746 hektare) atas nama PT Anugerah Surya Pratama, sebuah perusahaan penanaman modal asing dari Cina. Persetujuan lingkungannya akan dievaluasi persetujuan lingkungannya untuk dicabut dan diakhiri kegiatan tambangnya karena bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir. “Pelanggarannya antara lain tidak memiliki menajemen lingkungan dan menyebabkan sedimentasi berat,” kata Hanif.

Kedua, Tambang nikel di Pulau Batang Pele atas nama PT Mulia Raymond Perkasa. Perusahaan belum memiliki dokumen lingkungan dan belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sehingga kegiatan eksplorasinya dihentikan. “Akan diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah untuk menghentikan kegiatan eskplorasi.”

Ketiga, Tambang nikel di Pulau Kawe oleh PT Kawei Sejahtera Mining. Petugas menemukan pembukaan tambang di luar lingkup persetujuan lingkungan dan di luar IPPKH seluas lima hektare. Aktivitasnya telah menimbulkan sedimentasi pantai sehingga akan dikenakan sanksi administasi paksaan pemerintah pemulihan dan gugatan perdata.

Keempat, Tambang nikel di Pulau Gag oleh PT Gag Nikel sama seperti PT ASP, akan dilakukan evaluasi dokumen lingkungannya untuk dicabut karena bertentangan dengan UU Nomor 1/2014 jo 27/2007

Tambang Nikel Raja Ampat

Aktivitas penambangan nikel yang menjalar ke Raja Ampat diungkap Greenpeace Indonesia pada 3 Juni lalu.

Kelompok itu berunjuk rasa di tengah penyelenggaraan Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta, mengungkap keberadaan tambang nikel yang mengancam wilayah yang terkenal dengan kawasan konservasi perairannya tersebut.

Menurut penelusuran Greenpeace, aktivitas tambang nikel  di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.

Dokumentasi di lapangan juga memperlihatkan adanya limpasan tanah yang mengalir ke pesisir sehingga menimbulkan sedimentasi yang membahayakan terumbu karang serta ekosistem laut.

Selain di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, dua pulau kecil lain yang juga terancam aktivitas tambang nikel adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun. Keduanya berlokasi sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang ikonik dan tergambar di uang pecahan Rp 100 ribu. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here