Beranda Hukum Di Papua, Cucuran Darah dan Air mata di HUT RI ke 80 

Di Papua, Cucuran Darah dan Air mata di HUT RI ke 80 

59
0
BERBAGI
Advokat dan Pembela HAM Yan Christian Warinussy, SH.

MANOKWARI (18/8/2025) – Di Papua, tetasan darah dan cucuran air mata masih terus mengalir di tengah sukacita memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Minggu, 17 Agustus 2025.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus dari Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy yang juga Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) melalui rilisnya yang dikirim melalui WhatApp ke NGK (18/8/2025).

“Saya prihatin atas kondisi dan situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua yang tidak menunjukkan kondisi aman dan membaik dari waktu ke waktu hingga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencapai usianya yang ke-80 Tahun, 17 Agustus 2025,” kata Yan Christian Warinussy.

Warinussy menyebutkan, disaat situasi sukacita pada HUT RI ke-80, ada keharuan di  wilayah Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah. Baku tembak masih terjadi. Korban kasih berjatuhan, baik dari pihak anggota TNI/Polri, TPNPB maupun dari rakyat sipil tidak bersalah.

Warinussy membandingkan Papua dengan Aceh. Ia menekankan bahwa momentum HUT RI ke-80 tahun ini bertepatan dengan peringatan 20 tahun damai Aceh pasca ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 2005.

Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kini merayakan 20 tahun pasca ditandatanganinya MoU Helsinki. “Itu adalah pembuka jalan bagi perdamaian di Aceh hingga saat ini. Tapi Papua justru sebaliknya. Bukan damai yang ditawarkan, tapi pemekaran hingga enam Daerah Otonomi Baru (DOB). Pola ini persis seperti politik devide et impera yang dulu dipakai pemerintah kolonial Belanda,” ujarnya.

Sementara di Papua, justru dimekarkan hingga menjadi enam Daerah Otonomi Baru (DOB) sehingga terbersit adanya upaya seperti “devide et Impera” seperti yang dilakukan pemerintah penjajah Belanda atas Indonesia tempo dulu.

Terpusatnya kekuasaan di Pemerintah Provinsi Papua dalam konteks hak pengelolaan atas sumber saya akan (SDA) di beberapa wilayah sentra produksi seperti Tembagapura, Timika serta Blok Wabu, Intan Jaya serta Gas Alam Cair di wilayah Teluk Bintuni serta lumbung pangan nasional melalui proyek Food Estate di Merauke cenderung mendorong adanya “upaya sistematis” negara untuk mengambil alih kekuasaan atas kegiatan pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua.

Di sisi lain, terbangunnya konflik bersenjata dengan alasan klasik gangguan keamanan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di sejumlah wilayah yang cenderung kian dipahami dan disadari oleh rakyat Papua asli saat ini.

Yan Chris Warinussy menjelaskan, bangkitnya perlawanan rakyat di Intan Jaya, Merauke, Dogiyai dan juga di wilayah Maybrat, maupun Teluk Bintuni adalah bukti  dari tuntutan rakyat yang ditempuh dengan cara damai. Namun negara seperti “segan” bahkan “tidak pernah mau” menyentuh upaya penyelesaian konflik melalui dialog sebagaimana treatment yang ditawarkan Jaringan Damai Papua (JDP) maupun melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai ditawarkan oleh Undang Undang Otonomi Khusus.

Namun demikian, dalam prakteknya, Negara seperti “segan” bahkan “tidak pernah mau” menyentuh upaya penyelesaian konflik melalui dialog sebagaimana yang ditawarkan Jaringan Damai Papua (JDP) maupun melalui pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai ditawarkan oleh Undang Undang Otonomi Khusus.

Prinsip dasar bahwa penyelesaian konflik semestinya melalui jalan damai lewat dialog atau negosiasi atau perundingan sebagaimana dicapai melalui MOU Helsinki untuk Aceh, rupanya belum dipandang relevan bagi kasus Papua. Hal ini  masih menjadi “ganjalan” bagi para kaum penikmat ilegal dalam upaya eksploitasi SDA di seluruh Tanah Papua yang masih dianggap “rumah masa depan” bagi Negara Indonesia di usianya yang ke – 80 Tahun ini. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here